Lihat ke Halaman Asli

Intan Rosmadewi

TERVERIFIKASI

Pengajar

Toilet dalam Hidup kita

Diperbarui: 17 Juni 2015   13:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

luxury toilet (googling)

Semewah apa rumah yang kita miliki, salah satu hal yang paling membuat nyaman dan nikmat adalah memiliki toilet atau jamban pembuangan limbah individu yang representatif.

Diantara penggunaan kata toilet tampaknya baru dikenal setelah tahun tujuh puluhan hingga kini, karena seingat penulis saat kecil diwilayah Jawa – Barat toilet biasa disebut juga jamban.

Namun, apa kata Mas Wiki, penulis sadur :

“Toilet, Kakus, Kloset atau WC (bahasa Inggris: water closet) adalah perlengkapan rumah yang kegunaan utamanya sebagai tempat pembuangan kotoran , yaitu air seni dan feses.”

“Istilah toilet maupun WC dapat digunakan untuk mengacu pada perlengkapan tersebut maupun ruangan tempat perlengkapan tersebut berada. Istilah kamar kecil biasanya digunakan dalam bahasa Indonesia untuk memperhalus penyebutan tempat tersebut.” (http://id.wikipedia.org/wiki/Toilet)

Dan membicarakan tentang jamban, toilet atau wc adalah sesuatu yang paling pribadi dalam tatanan kehidupan kita, bahkan penulis pernah menyimak acara disuatu TV swasta beberapa tahun yang lalu, di suatu wilayah pembangunan jamban menjadi arisan, yang dipelopori oleh seorang Ibu

dilingkungan ini karena budaya masyarakat setempat adalah tidak memiliki jamban atau toilet repotnya masyarakat merasa tidak peduli terhadap kondisi lingkungannya. Maka inisiatif Ibu yang tangguh ini, masyarakat diberi penjelasan dan kesadaran.

Jadi bagi masyarakat masa kini, jamban adalah salah satu kebutuhan prinsip, fungsional yang tidak mungkin dielakkan, akan sangat membingungkan dan menjadi masalah besar jika keluarga kita tidak memiliki jamban.

Toilet Terpanjang di dunia

Adalah ibunda penulis yang pernah berkisah, bahwa beliau di tahun 1960 an mengalami banyak masalah terkait toilet (jamban) ini, betapa ia sedemikian menderita sesampainya di kampung halaman ayahanda yang terletak di sebuah pulau dan ketika itu sulit dijangkau transportasi.

Saat tiba terdesak ingin ke toilet, ibunda diajak kebelakang rumah panggung tradisional, hanya ada tanah kosong dan beberapa pohon. Lalu mereka saling bertatapan, terutama ibu menatap bingung ayahanda dengan pertanyaan yang masih disimpan dalam batin : ”lalu dimana saya harus buang hajat hanya dengan melihat hamparan tanah” ; menurut kisah ibunda ayah hanya menunjukkan dengan kalimat “ya disitu”.

Ibunda yang semula ingin sekali b. a. b, mendadak saja minatnya hilang dengan perasaan ngedumel. Ibu menafsirkan “ya disitu . . !” berarti buang hajat tanpa lokasi tertutup, tanpa pembuangan, tanpa air dan hanya tanah . . . !

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline