Lihat ke Halaman Asli

Rosita Sukadana

Penulis, Editor Audio dan Video

Akhir Hidup Bermartabat

Diperbarui: 17 Agustus 2023   22:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: koleksi pribadi

Hampir sepuluh menit saya, Brigitta, dan Theresia mengetuk pintu rumah Mak Lo. Kami memanggil-manggil namanya. Namun, tidak terdengar suara apapun dari dalam bangunan berdinding kayu yang berada di dalam gang sempit dekat Pasar Pecindilan Surabaya.

Jendelanya masih tertutup rapat sehingga kami tidak dapat melongok. Suasananya sepi. Keadaan yang tidak seperti biasa saat kami berkunjung sebelumnya. Tentu saja situasi ini menimbulkan rasa kuatir. 

Cepat-cepat kami ke rumah RT untuk mengambil kunci cadangan yang memang dititipkan padanya. Mak Lo sangat beruntung tinggal di daerah ini karena Pak RT nya sangat perhatian pada warga lansia yang tinggal sendirian.

Kami masuk ke rumah Mak Lo bersama pak RT. Setelah melewati ruang tamu kami menyaksikan sebuah pemandangan yang mengejutkan. Mak Lo terlentang di ruang makan dengan darah berceceran di sekelilingnya.

Matanya terbelalak. Mulutnya bergerak-gerak berusaha untuk mengeluarkan suara, tetapi tidak berhasil. Kemungkinan karena dampak keterkejutan dari apa yang dialaminya. Kami berempat segera menggotong Mak Lo ke kamarnya.

Saya bersama Theresia membasuh tubuh kurusnya yang berlepotan darah. Kami menemukan luka menganga di kepala yang cukup lebar dan pada punggung Mak Lo juga ada beberapa goresan. Pada saat yang sama, Brigitta memanggil ambulance dengan menelepon ke Dinas Sosial Kota Surabaya. Sedangkan Pak RT pulang untuk mengambil teh hangat dan bubur.

Sambil menunggu ambulance datang kami mencoba berkomunikasi dengan Mak Lo. Usaha yang tidak sia-sia. Mak Lo menceritakan bahwa semalam dia tidak tidur karena melihat banyak orang di sekitar rumahnya.

Orang-orang itu memaksa masuk sehingga Mak Lo jatuh. Kepalanya membentur lantai. Mak Lo mengalami halusinasi. Kami berhasil menenangkannya. Bahkan, ketika ambulance tiba, Mak Lo sudah ceria kembali dan menolak dibawa ke rumah sakit.

Petugas medis memahaminya dan menghargai permintaan Mak Lo. Mereka mengobati luka di punggung Mak Lo dan membebat kepalanya dengan perban untuk menutup luka. Sejak kejadian itu, kami sepakat dengan pak RT untuk menjenguk Mak Lo setiap dua hari sekali secara bergantian. 

Mak Lo adalah salah satu dari para senior yang kami kunjungi secara rutin. Sejak suaminya meninggal, dia hidup sendirian. Kerabat yang satu generasi dengannya sudah meninggal semua.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline