Lihat ke Halaman Asli

Anjuran Mengantar Anak Hari Pertama Sekolah, Kebijakan Manusiawi

Diperbarui: 27 Juli 2015   10:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) atau pegawai negeri sipil dan aparatur pemerintah lainnya diajurkan meluangkan waktu untuk mengantarkan anak-anaknya berangkat sekolah pada hari pertama masuk sekolah, baik di SD, SMP, maupun SMA.

Menurut Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Yudhi Chrisnandi, “mengantarkan anak pada hari pertama masuk sekolah, memberinya motivasi untuk percaya diri dan berperilaku baik di sekolah adalah bagian dari pembangunan karakter anak” (Tribun Jogja, Senin, 27-7-2015, halaman 12).

***

Membaca anjuran/imbauan di atas, sebagai orang tua murid pastinya akan merasakan lega. Mengatur waktu di pagi hari dari beberapa anak yang sekolahnya berbeda-beda, baik tingkatan sekolah maupun lokasinya seringkali menyita waktu, pemikiran, tenaga dan biaya penunjang supaya semuanya berjalan baik dan lancar.

Dampak yang sering terjadi atas terluangnya waktu demi pendidikan anak salah satunya adalah keterlambatan para orang tua murid di tempat kerja. Adapun sanksi keterlambatan masuk kerja yang berimplikasi terhadap kondite dan punishment sesuai aturan yang ada.

Sangat beruntung hari ini, para orangtua yang mempunyai anak bersekolah di SD, SMP, maupun SMA/sederajat sedikit dapat bernafas lega, setidaknya mengurangi perasaan berupa mental tertekan akibat stress mengatur waktu anak masuk sekolah dan tanggung jawab para orang tua untuk memenuhi kewajiban pekerjaan pokok.

Dipermaklumkannya keterlambatan para orang tua hari ini untuk masuk kerja bagi PNS maupun aparatur pemerintah lainnya, hari pertama mengantar anak ke sekolah masing-masing sungguh merupakan kebijakan yang manusiawi. Bahkan belum pernah ditemui kebijakan serupa di waktu-waktu sebelumnya.

Ini sekaligus menunjukkan bahwa pemerintah ternyata cukup perduli terhadap perkembangan anak-anak di Indonesia. Sudah barang tentu kebijakan ini merupakan langkah nyata dan konsistensi pemerintah dalam mendorong terbangunnya mental/karakter anak didik di mana sering disebutkan bahwa proses pendidikan dan pengajaran mengacu pada model pembelajaran yang melibatkan berbagai pihak.

Mengantarkan anak ke sekolah di hari pertama sesungguhnya banyak mengandung makna, Pertama, tercipta komunikasi antara anak dan orang tua dalam membangun hubungan hangat karena si anak merasa dilindungi dan diperdulikan mulai dari rumah hingga menuntut ilmu di sekolahnya. Kedua, para orang tua bisa memahami situasi dan kondisi sekolah si anak, bahkan para orang tua murid bisa menjalin komunikasi dengan segenap tenaga pendidik/pengajar (guru), bukankah itu semua merupakan langkah nyata dalam proses pembelajaran yang melibatkan berbagai pihak?

Melalui proses pembelajaran demikian (melibatkan semua pihak) yaitu murid/peserta didik, orang tua murid, tenaga pendidik/pengajar/guru, serta kondisi lingkungan sekolah diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam rangka membangun karakter anak yang percaya diri, menumbuhkan bibit-bibit pemikiran inovatif seperti tercakup dalam tujuan pendidikan yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 3, UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).

Tentu saja masih dalam konteks tulisan ini, ada baiknya anjuran atau imbauan mengantar anak masuk sekolah di hari pertama dapat pula diberlakukan secara umum. Artinya, bagi para orang tua murid yang bekerja di bidang swasta (non-PNS/aparatur pemerintah) juga mendapatkan ‘dispensasi’ untuk datang terlambat masuk kerja dengan alasan izin mengantar anak sekolah. Atau setidaknya, anjuran/imbauan tersebut dipahami oleh kalangan manajer perusahaan/swasta sehingga semua peserta didik merasa diperlakukan sama tanpa pembedaan demi berlangsungnya proses pendidikan dan pengajaran yang benar-benar komprehensif. (Fransiska Rosilawati).

Bahan referensi:

- Harian Tribun Jogja, edisi 27 Juli 2015.
- Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline