Lihat ke Halaman Asli

Rosidin Karidi

TERVERIFIKASI

Orang Biasa

Pergi Haji, Lebih Baik Bawa Rupiah atau Riyal?

Diperbarui: 1 Mei 2018   20:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi | sumber: krjogja.com

Sejak dua minggu lalu, jemaah haji yang akan berangkat tahun ini sudah mulai pelunasan. Artinya mereka punya persiapan kurang dari empat bulan kedepan sebelum berangkat. Berbagai persiapan dilakukan jemaah, mulai dari kesehatan, manasik, perlengkapan ibadah, hingga rencana pemenuhan kebutuhan hidup selama di Tanah Suci. 

Dari sekian banyak persiapan, salah satunya adalah penyiapan uang saku yang akan mereka bawa. Besar kecilnya tentu relatif dari kebutuhan si jemaah. Namun pilihannya mana lebih baik, membawa Rupiah atau Saudi Riyal. Termasuk dampak terhadap nilai tukar dari kedua mata uang tersebut. Sehingga dengan uang terbatas, setidaknya bisa optimal dalam pemakaian.

Melalui tulisan ini, penulis ingin berbagi pengalaman. Sekaligus update kebijakan pemerintah terkini. Disamping banyak yang bertanya secara langsung, semoga bisa bermanfaat bagi pembaca. 

Saat di asrama haji, jemaah akan diberi uang saku 1.500 Riyal sebanyak tiga lembar dalam bentuk pecahan 500. Untuk tahun 2018, sedang dikaji soal efisiensi dengan memperhatikan nilai tukar. Bisa jadi akan dibagikan saat tiba di Saudi. Kita tunggu saja implementasinya. 

Yang perlu menjadi pemahaman jemaah adalah nilai tukar mata uang, satu Riyal setara 3.700 Rupiah. Untuk sebagian besar orang tua yang belum pernah memegang mata uang asing, kondisi ini cukup membingungkan.

Sebenarnya, dengan bekal 1.500 Riyal sudah lebih dari cukup memenuhi kebutuhan pokok selama di Saudi. Urusan makan, hampir seluruhnya dipenuhi dari Pemerintah. Sejak masuk asrama, selama perjalanan, di Saudi, hingga kembali ke Tanah Air.

Selama tinggal di Mekah, jemaah memperoleh layanan katering sebanyak 40 kali. Ini artinya selama 20 hari, katering jemaah dijamin Pemerintah. Disediakan di hotel tempat mereka menginap. Jemaah tak perlu keluar uang lagi untuk beli makan, kecuali ingin pilihan menu lain.

Selama tiga hari menjelang masa wukuf di Arafah dan dua hari sepulang dari Mina, katering dihentikan sementara. Ini bukan lantaran Pemerintah tidak mau melayani jemaah. Tapi lebih disebabkan kondisi lalu lintas kota Mekah sudah sangat padat yang tidak lagi memungkinkan ada kendaraan mendekat ke hotel untuk mengantar katering. 

Dalam kondisi seperti ini, jemaah harus memenuhi kebutuhan makan secara mandiri. Tapi tak perlu khawatir, sekitar hotel jemaah menginap banyak warung dadakan sediakan makanan. Jangan masak di kamar dengan peralatan apapun, karena berpotensi kebakaran. 

Dengan hitungan sederhana, bila sekali makan 10 Riyal, sehari makan tiga kali, perlu uang 30 Riyal. Selama lima hari, saat tidak ada katering, berarti pengeluaran 150 Riyal.

Kebutuhan lainnya adalah membayar dam dan kurban. Membayar dam, sudah hampir pasti karena jemaah Indonesia melaksanakan haji tamatu. Saran penulis, bayarlah dam dan kurban ditempat resmi yang telah ditunjuk Pemerintah Saudi. Saat di Madinah, beberapa konter sekitar Masjid Nabawi menerima pembayaran dam dan kurban. Satu kambing seharga 400 sampai 500 Riyal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline