Lihat ke Halaman Asli

Rosiady Sayuti

Ka Prodi Sosiologi Unram

Corona dari Perspektif Sosiologi

Diperbarui: 2 Mei 2020   11:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

KORONA DARI PERSPEKTIF SOSIOLOGI

Oleh Rosiady Sayuti, Ph.D.
Ketua Prodi Sosiologi Universitas Mataram

Saya ingin mengawali tulisan ini dengan dua cerita menarik. Yang pertama, bagaimana gembiranya Archimedes, seorang pemikir zaman Yunani kuno, ketika menemukan apa yang kemudian kita kenal dengan Hukum Archimedes. Yaitu ketika dia memperhatikan permukaan air meninggi bahkan meleluap keluar bak mandi, ketika dia memasukkan badannya ke bak mandinya.  Dan bagaimana kemudian ternyata permukaan air di bak mandinya menurun atau surut ketika dia bediri dan kemudian keluar dari bak mandi tersebut. 

Saking gembiranya dengan fenomena yang dilihatnya itu, konon Archimedes berlari keluar rumah sambil berteriak, "eureka, eureka, I have found it." Dia lupa kalau waktu itu dia belum pakai pakaian, alias telanjang.  Mengapa dia begitu gembira?  Karena dia waktu itu lagi berfikir bagaimana menukur volume sebuah benda yang tak beraturan bentuknya, seperti mahkota seorang raja. Dan dengan cara "seperti dia mandi di bak" itulah ternyata cara yang tepat dengan hasil yang juga pasti tepat. Maka lahirlah Hukum Archimedes yang terkenal itu.

Cerita kedua, adalah cerita Durkheim, seorang sosiolog klasik, yang penasaran, bagaimana cara mengukur tingkat solidaritas suatu masyarakat. Karena masalah solidaritas itu tentu bukan sesuatu yang kasat mata. Apa lagi yang diukur adalah dalam tingkatan suatu bangsa atau dalam wilayah suatu negara.  Atau mengukur  dan membandingkan tingkat solidaritas antara pemeluk agama yang satu dengan yang lain, atau antara anggota dalam suatu organisasi yang satu dengan anggota organisasi yang lain.  

Maka yang Durkheim lakukan dan kemudian menjadi salah satu karyanya yang monumental adalah dengan menghitung jumlah orang yang bunuh diri dalam suatu kurun waktu tertentu. Kesimpulannya, pada masyarakat yang jumlah orang bunuh dirinya tinggi, maka pasti di situ tingkat solidaritasnya rendah. Dan sebalikna, pada masyarakat yang tingkat bunuh dirinya rendah, tingkat solidaritas masyarakatnya tinggi.

Lantas, apa hubungannya dengan fenomena masyarakat kita dalam masa physical distancing yang sangat dianjurkan dewasa ini. (Saya tidak mengatakan social distancing, karena dalam pandangan orang sosiologi, social distancing itu bermakna negatif.  Saya faham juga ,  bahwa yang dimaksudkan dengan social distancing oleh pemerintah selama ini sesungguhnya, dan dalam praktiknya, adalah physical distancing, membuat jarak fisik antar sesama secara sengaja).

Berfikir sosiologis, artinya kita berfikir secara rasional dan berdasarkan fenomena yang kita yakini kebenarannya (ada bukti emprisnya). Atas dasar fikiran kita itu, kemudian kita bertindak, yang tindakan kita itu tidak murni hanya untuk kepentingan diri kita sendiri, namun juga karena kita memikirkan dampaknya bagi orang lain. 

Dengan corona ini, kita memutuskan untuk tinggal di rumah saja, bekerja dari rumah dan bahkan beribadah dari rumah.  Sesuatu yang kita terpaksa lakukan, bukan semata karena anjuran pemerintah, tapi kita memahami bahwa tindakan itu memiliki dampak untuk diri kita sendiri, keluarga, dan juga dampaknya terhadap orang lain. 

Secara empiris kita mengetahui, begitu cepat dan dahsyat penyebaran virus corona ini, hanya karena orang berjabat tangan, atau berinteraksi intens dengan carier, si pembawa virus, yang bisa saja tanpa gejala apapun.  Ribuan orang sudah meninggal karena secara empiris sudah terbukti mereka terinfeksi.   Maka kemudian kita menjadi yakin bahwa physical distancing adalah strategi yang kita yakini dapat diterapkan untuk menghentikan laju penyebaran virus corona itu.

Pertanyaannya kemudian berapa lama? Sampai kapan? Dan jawabannya juga sudah gamblang, yaa sampai secara empiris di negara itu atau wilayah itu tidak ada lagi bukti baru orang terinfeksi.  Tidak ada lagi tambahan orang yang terinfeksi dalam suatu kurun waktu tertentu. Dan tentu tidak ada lagi PDP dan ODP atau bahkan OTG baru dalam waktu tertentu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline