Lihat ke Halaman Asli

Rosiady Sayuti

Ka Prodi Sosiologi Unram

Mengkritisi BPS Soal IPM NTB

Diperbarui: 17 Juni 2015   14:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

MENGKRITISI BPS SOAL IPM NTB

Oleh Dr. Rosiady Sayuti

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, saya mengutip sebagai berikut: “Indeks Pembangunan Manusia (IPM) / Human Development Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup.” Kalau definisi itu diturunkan ke tingkat nasional, dapat dipergunakan untuk mengklasifikasikan suatu daerah sudah maju, berkembang, atau masih terkebelakang.Dari segi nilai indeksnya, IPM dapat dikategorikan kepada indeks dengan kategori rendah, menengah bawah, menengah atas, dan atas.Daerah dengan capaian IPM rendah apabila nilai indeksnya di bawah 50; menengah-bawah apabila indeksnya antara 50 hingga 66; di atas 66 hingga di bawah 80, berarti masuk dalam kategori menengah atas; dan daerah yang IPMnya di atas 80, masuk dalam kategori IPM tinggi atau tingkatan atas.

Mengumumkan kategorisasi seperti itu saya kira lebih arif dibandingkan dengan mengumumkan rangking, seperti yang selama ini dilaksanakan. Karena sesungguhnya, kodisi sosial ekonomi suatu daerah yang nilai indeks IPMnya dalam satu kategori, relatif sama.

Dari klasifikasi tersebut, maka NTB berada pada posisi Tingkatan Menengah Atas, dengan nilai IPM pada tahun 2013 sebesar 67.73. Propinsi NTB meninggalkan posisi Menengah Bawah pada tahun 2011, dengan bergerak dari posisi nilai Indeks 65.20 pada tahun 2010, menjadi 66.23 pada tahun 2011, kemudian meningkat lagi menjadi 66.89 pada tahun 2012, dan pada tahun 2013 menjadi 67,73.

Kalau dari segi pergerakan kenaikan indeks, sesungguhnya lima tahun terakhir, kenaikan indeks IPM NTB berada pada posisi di atas rata-rata nasional. Data dari IPM tahun 2009 ke 2013, kenaikan rata-rata nasional per tahun adalah 0,5125 poin; sementara NTB 0,7675. Nilai kenaikan Indeks IPM NTB rata-rata per tahun pada kurun waktu yang sama tersebut juga lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain yang “ranking”nya di atas NTB, seperti NTT (0,5425), Papua Barat (0,51), Maluku Utara (0,50), ataupun Sulawesi Barat (0,5575).Data ini menepis anggapan yang mengatakan bahwa “ntb berlari, daerah lain terbang.”Yang lebih tepat adalah bahwa kita sama-sama berlari, bahkan kecepatan lari kita lebih kencang sesungguhnya dibandingkan daerah lain seperti contoh di atas.

Progress nilai IPM NTB beberapa tahun terakhir memang termasuk liam besar nasional, seperti yang diumumkan kepala BPS NTB tempohari. Bahkan secara berturut-turut tahun 2013 dan 2014, NTB mendapat penghargaan MDGs Award dari Presiden sebagai Propinsi paling progressif dalam keseluruhan indikator Millenium Development Goals. Indikator MDGs itu sendiri mencakup kemiskinan, pendidikan, dan kesehatan, serta kerjasama internasional.

Dari sisi kemiskinan, NTB termasuk propinsi yang paling tinggi penurunan prosentase kemiskinannya dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Sebagai gambaran,penurunan prosentase kemiskinan antara Maret 2013- Maret 2014, NTB 0,72%, NTT 0,21%, Maluku Utara 0,20%, Sulawesi Barat 0,03% dan Papua 0,08%. Papua Barat malah bertambah 0,46%. Keempat propinsi tersebut adalah yang posisi nilai indeks IPMnya persis di atas NTB.

Dari sisi pendidikan, Angka Partisipasi Murni untuk berbagai jenjang pendidikan kita juga lebih tinggi dibandingkan dengan propinsi-propinsi tersebut. APM di NTB tahun 2013, untuk tingkat SD, SMP, dan SMA berturut-turut adalah 96,71; 80,21;58,0. APM di NTT adalah 93,53; 59,32; 47,30. APM di Maluku Utara adalah 95,47; 70,73; 59,54; dan Papua Barat adalah 89,71; 60,90; 53,80.

Yang kita ‘tertinggal’ dari daerah-daerah tersebut adalah terkait dengan ‘rata-rata lama sekolah, dimana untuk 2013, NTB 7,20; NTT 7,16; Sulawesi Barat 7,35; Maluku Utara 8,72; dan Papua Barat 8,53. Dan, yang ‘agak mengherankan’ adalah data terkait Angka Melek Huruf. Jika saja data yang disampaikan oleh pak Gubernur NTB sama dengan data yang direlease BPS, maka pastilah nilai indeks IPM NTB jauh lebih tinggi dari 67,73;karena kontribusi (bobot) angka melek huruf dalam perhitungan indeks pendidikan adalah 70%; sedangkan rata-rata lama sekolah 30%.

Dalam release di media tanggal 24 Desember 2014 persentase mereka yang buta huruf di NTB per 2013 adalah 10,20% (untuk penduduk usia 15-59 tahun).Sementara dalam perhitungan IPM 2013, data BPS adalah 14,81%.Pada tahun yang sama, NTT hanya 9,66%; Maluku Utara 2,55%; Sulawesi Barat 9,46%, dan Papua Barat bahkan tinggal 4,86%.

Dari sisi kesehatan, yang menjadi indikatornya adalah usia harapan hidup. Yang menjadi penghitungnya adalah Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Ibu melahirkan. Untuk NTB, indeks kesehatan ini lah yang menjadi faktor penyebab mengapa IPM kita masih lebih rendah dibandingkan dengan propinsi NTT, Papua Barat, Sulbar, dan Maluku Utara. Angka ini juga yang menurut hemat saya, seperti halnya angka buta huruf,agak mengherankan. Agak sulit difahami, mengapa AHH NTB demikian jauh lebih rendah dibandingkan dengan propinsi-propinsi lain yang, istilah pak Gubernur, secara kasat mata, lebih kurang sama, bahkan untuk infrastruktur ekonomi, NTB jauh lebih baik. Katakanlah bila dibandingkan dengan empat propinsi yang saya pergunakan sebagai pembanding dalam tulisan ini.

Pada tahun 2009 misalnya, AHH NTB ‘hanya’ 61,80; sementara NTT 67,25; Maluku Utara 65,70; Sulawesi Barat67,60; dan Papua Barat 68,20. Pada tahun 2013, AHH NTB meningkat menjadi 63,21; sementara NTT 68,05; Maluku Utara 66,97; Sulawesi Barat68,34; dan Papua Barat 69,14.

Saya sempat ‘berbunga-bunga’ ketika ahli demografi dari Unram, Ir. Anwar Fachry, MSc mempresentasikan hasil Sensus Penduduk 2010 dalam sebuah seminar di Denpasar.Menurut pak Anwar Fachry, dari SP 2010, ternyata telah terjadi semacam revolusi sunyi di NTB. Khusus untuk indikator kesehatan yang selama ini menjadi ‘momok’ buat NTB, berdasarkan data proyeksi dari SP 2010 tersebt, telah berubah menjadi sebuah harapan.Artinya, apa yang telah dilaksanakan dalam berbagai program kesehatan selama lima – sepuluh tahun terakhir telah memberikan dampak yang siginifikan.

Pertama, dalam hal Angka Kematian Bayi. Kalau dalam SP 2000, AKB NTB adalah 75 per seribu kelahiran hidup, pada SP 2010 turun signifikan menjadi 48 per seribu kelahiran hidup.Kedua, Angka Harapan Hidup, yang menurut SP 2000 adalah 59 tahun, pada SP 2010 meningkat drastis menjadi 67 tahun.Sebuah kenaikan yang sangat luar biasa; sehingga dalam istilah demografinya, menurut pak Anwar Fachry, telah terjadi Silent Revolution atau Revolusi Sunyi di NTB, dalam sepuluh tahun terakhir (dari SP 2000 ke SP 2010).

Namun sayang sekali, hasil Sensus Penduduk tersebut tidak konsisten dengan hasil Susenas yang menjadi instrumen untuk menyusun IPM setiap tahun. AHH NTB untuk tahun 2010, ‘hanya’ 62,11 tahun.Jauh sekali dari angka 67 tahun yang dihitung dari hasil sensus penduduk 2010.Dari teori statistik, saya kira ini tidak boleh terjadi. Hasil survey sangat berbeda dengan hasil sensus. Terus terang saya curiga, jangan-jangan para peneliti di BPS takut kalau pertambahan nilai atau angka yang dihasilkan menjadi ‘tidak linier.’ Sehingga ketika ada daerah yang angka awalnya salah, maka data yang diambil tahun-tahun berikutnya, tetap salah, atau ‘disesuaikan’; hanya untuk mempertahankan ‘data awal’ agar grafiknya tetap linear, seperti daerah-daerah lainnya.

Dari kasus perbedaan data antara Sensus dengan Survey tersebut, saya pernah menyarankan kepada BPS di Jakarta, agar menjadikan hasil SP 2010 sebagai base data untuk survey di tahun-tahun berikutnya. Karena pasti ada yang keliru, kalau antara hasil sensus dan survey perbedaannya terlalu jauh. Wallahu a’lam bissawab.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline