Sukses, merupakan satu kata berjuta makna. Takaran sukses dimata orang satu dan orang yang lain pasti berbeda. Kata sukses selalu bersifat relatif, tentunya semua tergantung kepada perspektif masing-masing individu.
Banyak orang yang mengartikan bahwa sukses harus diukur dengan kemewahan, dan mendapatkan kenikmatan dunia.
Namun, sebenarnya ada sisi lain dari sebuah kata "sukses" yang jarang difahami oleh banyak orang.
"Sukses dalam hal ini adalah sukses dan dapat bermanfaat bagi orang lain disekitar kita"
Seperti sabda Rasulullah SAW :
"Sebaik baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lain"
Semua ini juga dipelajari dalam kitab Amtsilatul Tashrif.
Bagaimana agar hidup dapat bermanfaat bagi orang lain dan selalu bahagia??
Dalam hidup kita harus selalu berbuat baik kepada orang lain, serta sekecil mungkin agar kita tidak menyusahkan orang lain. Sejalan dengan "bina' shohih" yang didalamnya hanya terdapat wazan-wazan yang mudah saja, dan didalamnya pun tidak terdapat huruf illat yang mengganggu.
Maka, dalam menjalani roda kehidupan janganlah seperti huruf illat yang keberadaanya mengganggu orang lain disekitarnya. Melainkan, jadilah seperti bina' shohih yang selalu menebar kemaslahatan dan manfaat kepada orang disekitarnya
Sehingga bina' shohih dengan cepat dikenal dan dihafal oleh kebanyakan orang.
Bilamana kita bisa mencontoh sifat bina' shohih ini, pastinya dalam hidup kita akan mendapatkan banyak teman.
Lain halnya bina' shohih, dalam kitab amtsilatul tashrif " Bab 5 dari tsulasil jarod"
juga terdapt sebuah petikan kebijaksanaan yang dapat dijadikan tauladan. Berbeda dari yang lain, dalam bab ini hanya terdapat kata sifat saja, dimana didalamnya juga tidak terdapat ism maf'ul (objek).
Mengapa seperti itu?
Hal ini menunjukkan bahwa sifat itu tidak dapat dipukul rata, karena sifat manusia sendiri tidak mempunyai objek yang jelas, tergantung siapa subyek dari sifat tersebut.
Atas itulah dapat disimpulkan bahwa sifat manusia itu relatif, tidak dapat dipastikan kebenaran akan sifat-sifatnya..
Atas itulah pula kita harus selalu bersabar dan ber-husnudzon atas sifat-sifat manusia, serta memahami berbagai karakter mereka agar nantinya kita bisa menentukan sikap dalam bertindak menghadapi mereka.
Dengan begitu, setiap perkataan-perkataan yang keluar dari lisan kita akan menjadi penyegar dan bermanfaat bagi orang lain. Buka malah menjadi momok dan menyakiti hati orang lain.
Diatas hanyalah secuil cuplikan manfaat yang dapat dipetik dalam kitab amtsilatul tashrif, bilamana para pelajar sekarang dapat mempelajari hal ini tidak hanya sebatas menghafal, melainkan memahami dan menerapkan isi dari kitab ini juga, maka pasti banyak generasi muda yang berkualitas dan bermanfaat bagi agama dan negara. Klo mau ada bk nya. Jika kondisi para pelajar sudah berakhlak dan berkualitas bisa jadi sekolah-sekolah tidak memerlukan lagi BK yang selama menjadi kontrol perilaku siswa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H