Dapat kita lihat dalam PLTA berkapasitas 428 mega watt ini, tinggi bendungannya dirancang setinggi 173,5 meter, rencana luas genangannya 4.000 hektare dan jaringan transmisi saluran udara tegangan tinggi sekitar 275 KCVA.
Komisi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) Provinsi Aceh, telah menyetujui pengerjaan proyek tersebut. Meskipun, lebih dari 4000 hektare hutan di KEL akan menjadi danau dan puluhan kepala keluarga di Desa Lesten, Kecamatan Pining,
Kabupaten Gayo Lues. Terkait rencana pembangunan pembangkit listrik ini, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh telah melapornya ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Walhi juga mendesak KLHK untuk tidak mengeluarkan izin pelepasan
kawasan hutan.
KEL merupakan kawasan strategis nasional yang memiliki fungsi daya dukung lingkungan hidup dan pertahanan nasional, sekaligus penyeimbang perubahan iklim dunia. Seharusnya Pemerintah Aceh memaksimal produksi energi dari pembangkit listrik yang telah ada. Atau, program energi diprioritaskan di luar kawasan hutan yang tidak berdampak terhadap ekologi dan ekosistem yang ada.
Sebagai contoh, pembangunan PLTA Kluet 1 di Aceh Selatan membutuhkan area seluas 443,79 hektare.Pembangunan PLTA Tampur juga berdampak terhadap relokasi permukiman penduduk satu desa, yaitu Desa Lesten.
Proyek Energi
Saat ini, pembangkit listrik tenaga mesin gas (PLTMG) di Aceh baru menghasilkan energi 80 MW dari kapasitas mesin 180 MW. Begitu pula dengan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang baru menghasilkan energi sekitar 20 MW.Untuk memenuhi kebutuhan energi listrik di Aceh, dalam lima tahun terakhir telah dicanangkan beberapa proyek yang ditargetkan beroperasi pada 2018. Jika ini berjalan, pada 2018 Aceh akan surplus energi, dan sisa energi akan dipasok ke Sumatera Utara sampai Lampung.
Pengelolaan energi panas bumi Seulawah dilakukan Perusahaan Daerah Pembangunan Aceh (PDPA) dengan PT. Pertamina Geothermal Energy. Kerja sama pembangunan telah ditandangani Gubernur Aceh pada 31 Juli 2017. Selain itu, terdapat beberapa
rencana proyek energi baik dalam bentuk PLTA maupun pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) di daerah barat--selatan Aceh.
Pengrusakan hutan Leuser untuk kegiatan apapun harus dihentikan. Bagi masyarakat hutan merupakan bagian kehidupan, Proyek ini akan dipastikan mengancam kearifan masyarakat yang telah tertata. Direktur Yayasan Orangutan Sumatera Lestari Orangutan Information Centre (YOSL-OIC) mengatakan, pembangunan PLTA Tampur berkapasitas besar, akan berdampak buruk terhadap masyarakat dan satwa di daerah tersebut. Tampur merupakan habitat satwa kunci di Leuser khususnya orangutan, gajah dan harimau sumatera. Jika Tampur dibangun PLTA, habitat satwa pastinya terganggu, tandasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H