Lihat ke Halaman Asli

Rosendah DwiMaulaya

Mahasiswa Universitas Darussalam Gontor

Tak Putus Asa Meski Aral Melintang

Diperbarui: 5 Desember 2024   16:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pribadi.

Kata Ustadz Ahmad Saifulloh, PhD., kami kami ini masih teramat belia untuk perjalanan akademik yang panjang.

Kami yang dimaksud adalah tiga perempuan dengan latar belakang berbeda sehingga warna himar yang kami gunakan pun berbeda. Di kampusku wajib mengenakan himar resmi untuk menemui dosen. Aku sebagai mahasiswi undergraduate berhimar warna cream terang, temanku yang merupakan alumni dan sudah bekerja menjadi staff LPPI berhimar coksu, dan temanku yang lain karena sudah di level pascasarjana berhimar putih bersih.

Kami bertiga menghadap Ustadz Ahmad Saifulloh dosen lulusan kampus terbaik Australi karena tertarik dengan salah satu penelitian beliau yang diterbitkan di Routledge, salah satu penerbit jurnal di bawah naungan scopus. Ketertarikan ini bermula dari cita-cita kami untuk menjadi akademisi muda. Apapun yang berkaitan dengan keilmuan di bidang kami, kami selalu tertarik dan antusias untuk meneliti. Termasuk berguru langsung pada Ustadz Ahmad Saifulloh.

Pertemuan ini tertunda hampir satu bulan lamanya. Meskipun kami dan Ustadz Ahmad Saifulloh masih di bawah naungan instansi yang sama, kami hampir selalu gagal untuk menemui beliau. Pertama setelah aral melintang, hujan badai membatasi kami untuk bertemu disebabkan jarak asrama kami yang cukup jauh dari kantor dosen tempat Ustadz Ahmad Saifulloh. Padahal transit Ustadz Ahmad Saifulloh hanya beberapa jam di kampus kami sebelum pulang ke kampus pusat yang berjarak puluhan km dari kampus kami.

Tak putus asa, pekan depan saat ada jadwal Ustadz Ahmad Saifulloh ke kampus kami, kami membuat lagi janji bertemu. Ternyata pada saat itu juga, jadwal sangat padat dan kami tidak bisa menemui beliau. Pekan selanjutnya justru beliau yang tidak hadir di kampus kami meskipun ada jadwal mengajar. Lagi, pekan selanjutnya jadwal UTS serentak di kampus. Meskipun kami bertiga sudah tidak punya jadwal UTS, tetap saja kami tidak bisa menemui beliau.

Bulan pun berganti. Senin pertama di Bulan Desember hampir sama seperti Bulan November. Hujan membadai tepat juga saat kami sudah membuat janji bertemu dan beliau bersedia ditemui. Bakda Magrib adalah waktu yang ditentukan untuk kami. Kami memutar otak bagaimana caranya kami hadir di Gedung Mesir tempat beliau transit sedangkan jarak kami dengan gedung itu tak kurang dari 500 meter dengan suasana hujan badai.

Akhirnya, kami tak segan untuk meminta bantuan bagian transportasi kampus untuk mengantarkan kami dengan menggunakan kampus. Sesuatu yang tidak pernah dilakukan untuk kepentingan pribadi, hari itu kami tak malu-malu lagi. Akhirnya, kami dapat menemui Ustadz Ahmad Saifulloh yang sangat berkharismatik.

Kami mendapatkan jawaban dari rasa penasaran juga mendapatkan nasihat-nasihat mahal yang diberikan untuk bekal dari perjalanan kami kelak. Bertemu beliau seperti mengubah kami menjadi versi yang berbeda. Tentu versi yang lebih baik dari sebelumnya, terutama dalam hal menggapai mimpi.

Ustadz Ahmad Saifulloh adalah figur yang tidak dengan mudah membenarkan sesuatu dalam khayalan seorang pemimpi, tetapi beliau adalah figure yang merasionalkan mimpi-mimpi kami untuk dapat terwujud dengan langkah-langkah kecil yang konkrit. Beliau tidak lantas memberi harapan ataupun menentang mimpi kami yang terlalu tinggi, tetapi merasionalkannya agar kami mengetahui jalan mana yang harus ditempuh terlebih dahulu.

pribadi

Kata Ustadz Ahmad Saifulloh kami masih teramat belia untuk perjalanan akademik yang panjang, maka dari itu kami harus tetap menjaga spirit itu agar tidak menguap di tengah-tengah perjalanan kelak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline