Lihat ke Halaman Asli

Rose Mariadewi

Freelancer Writer Sejarah, Budaya, dan Gastronomi

Tradisi Mudik dan Nilainya dalam Hidup Berkeluarga

Diperbarui: 16 April 2023   16:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tradisi. Sumber ilustrasi: UNSPLASH

Kebiasaan Mudik Sejak Zaman Dulu

Rose Mariadewi

Mudik merupakan istilah yang digunakan mereka yang merantau di kota besar untuk kembali ke kampung halaman. KBBI mencatat bahwa mudik berasal dari istilah "udik", berlayar ke hulu sungai atau pedalaman. Adapun pendapat berbeda dari para ahli bahasa menjelaskan udik adalah seloroh akronim bahasa Jawa. Sejarawan JJ Rizal pun menjelaskan "udik" berasal dari bahasa betawi yang berarti kampung.

Mudik identik dengan perjalanan pulang kampung pada libur panjang Nasional seperti Tahun Baru, Lebaran, Natal, dan sebagainya. . Dalam bahasa Melayu, istilah ini disebut "balik kampung" Istilah mudik masih digunakan oleh kultur Asia yang hidup komunal. Dalam tradisi masyarakat yang komunal dalam kampung. Kekerabatan merupakan hal yang krusial dan perlu di pupuk tiap momen besar.

Kekerabatan adalah nilai yang Indonesia dan negara lain di Asia yang utama. Kondisi sosiologi menempatkan keluarga inti dan keluarga besar. Rustina menjabarkan keluarga memiliki fungsi religius, rekreatif, afeksi, dan ekonomi. Tradisi mudik ini mengembalikan empat fungsi tersebut.

Mudik banyak dilakukan di libur Nasional berbasis keagamaan sehingga mudik memberikan pengalaman keagamaan yang sama untuk setipa anggota keluarga. Selain itu, mudik banyak di lakukan para pekerja di kota untuk memberikan rekreasi atau hiburan saat libur dengan kembali ke kampung asal dan menikmati hidup yang berbeda dari kesibukan biasanya. Kegiatan ini juga bisa membangun hubungan baik dengan memberikan kabar baik dan kasih saying antar anggota keluarga.

Fungsi afeksi juga digambarkan dengan maraknya hajat yang di lakukan setelah Hari Raya Idul Fitri atau bulan Syawal. Biasanya kesempatan mudik ini digunakan untuk menggelar hajat pernikahan. 

Peristiwa ini merupakan kebetulan, bukan bentuk budaya Islam yang di biasakan. Sebagian kelompok masih menggangap bahwa melaksanakan hajat di antara dua hari raya adalah tabu. Kepercayaan ini masih di adopsi oleh sebagian suku Jawa.

Selain untuk berkumpul dan saling menghibur anta anggota keluarga, kembali ke kampung di gunakan oleh sebagian anggota untuk menjalankan fungsinya dalam perekonomian keluarga.

Mudik banyak dilakukan oleh mereka yang mencari penghidupan atau peruntungan untuk hidup lebih layak. Motif pernikahan atau usaha tetap membawa hasil berupa kemapanan ekonomi dan di rayakan dengan pembagian amplop bagi mereka yang belum menikah atau bekerja. 

Di sisi lain, kebiasaan komunal yang tersebar terutama di Asia juga banyak memiliki keturunan, sehingga cucu atau keponakan biasanya mendapat jatah amplop yang mengeratkan tali silaturahmi juga antar keluarga ini

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline