Lihat ke Halaman Asli

Esensi Berwisata

Diperbarui: 16 Juli 2016   13:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Tourism, the activity most frequently associated with rest and relaxation, sport and access to culture and nature, should be planned and practised as a privileged means of individual and collective fulfilment.." (Global Code of Ethics for Tourism)

Liburan mungkin sudah berakhir bagi sebagian orang dan akan segera berakhir di minggu ini. Sebelumnya saya mengucapkan SELAMAT HARI RAYA LEBARAN bagi sanak famili, saudara dan teman-teman yang merayakan. Semoga kebahagiaan selalu menyertai kita.

Berbicara soal liburan, tentunya berhubungan erat dengan tempat wisata. Sudah jelas tempat wisata selalu penuh di setiap liburan. Pengunjung bisa meningkat berkali-kali lipat dari minggu -minggu biasa. Saya dan kamu tentu saja cuma bisa ngomel-ngomel dalam hati, mengapa tempat wisata bisa seramai pasar. Namun demikianlah, yang ada di benak setiap pengunjung. Wisata itu sudah menjadi kebutuhan setiap warga negara.

Dalam UU No 10 tahun 2009, disebutkan bahwa setiap wisatawan berhak mendapatkan layanan sesuai dengan standar. Nah, standar ini masih kurang jelas bagi saya. Tentu ada undang-undang khusus yang memuat standar sebuah pariwisata yang layak . Terlepas dari list kriteria (ada PERMEN Kementrian Pariwisata) saya hanya ingin mengomentasi soal daya tampung tempat pariwisata sehingga pengunjung mendapatkan haknya untuk kenyamanan bergerak dan bercengkrama di tempat wisata. Bukankah itu yang utama?

Pertanyaan saya adalah apakah ada SOP soal ticketing per hari sesuai daya tampung.  Dugaan saya adalah tiket terus diberikan tanpa melihat quota dan kenyamanan pengunjung. Apalagi antrian tiket tidak diberikan satu pintu. Sebelum kita keluar kendaraan pun sudah disodori tiket masuk. Salah satu lokasi wisata yang saya kunjungi ini, memang agak berbeda karena gerbang masuknya dan parkiran belum jelas.

Di sisi lain, yah mau gimana lagi? Masa calon pengunjung yang sudah bermacet-macet ria di jalan tidak diberi kesempatan masuk ke dalam area wisata. Masyarakat pasti protes. Saya dan teman saya yang waktu itu menaiki ****car saja khawatir diturunkan di jalan. Sudah bangun, tidur lagi, bangun lagi, kasihan dan khawatir karena abang sopirnya keseringan menghela nafas. Apalagi bayarannya lumayan murah untuk jarak dan kemacetan (eh, bukan promosi). Jika kemudian diumumkan tiket habis, garuk-garuk dinding deh.

Wisatawan tidak bisa protes, dari sononya sudah memiliki tingkat pemahaman yang baik. Yah, begitulah, pertama kita, masyarakat,  butuh tempat wisata. Namun, kita harus tahu, kita punya hak mendapatkan pelayanan kepariwisataan sesuai standar. Kalau mau mendapatkan kenyamanan lebih, harus membayar lebih dengan pergi lebih jauh.

Kedua, akhir-akhir ini, esensi berwisata lebih pada soal, check in dan kejar stock foto yang instragamable (angkat tangan, sa ju begitu). Jauh dari konsep piknik: menggelar tikar, tiduran di rumput, baca buku, anak-anak main bola. Wisatawan akan merasa kurang bawaaannya, kalau tidak membawa tongsis. Begitulah. Untunglah, saya dan teman-teman bisa pinjam tongsis kamar sebelah untuk mengabadikan momentdi penuh sesaknya orang.

Salah satu yang menarik dan menggemaskan adalah tempat wisata kurang ramah dengan saudara-saudara yang memiliki keterbatasan fisik atau orang-orang tua yang menggunakan kursi roda. Dalam UU No. 10 tahun 2009 pasal 21 disebutkan penyediaan fasilitas yang baik bagi yang membutuhkan. Namun kurang dijelaskan secara detail fasilitas seperti apa. Yah, yang dasar saja, untuk membuat track-track kecil yang bisa dilewati penyandang kursi roda.

Baiklah, sekian oleh-oleh yang saya bawa pulang dari tempat wisata, selain berita kemacetan di jalan.  Semoga ke depannya pengelola wisata lebih lagi memperhatikan kualitas pelayanan dan esensi berwisata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline