Lihat ke Halaman Asli

Rose putih

pembelajar

Perubahan Takdir Per Detik, Cerita Bencong Jadi Kopassus

Diperbarui: 18 April 2024   18:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nazhif Masykur, S.Fil.I., MCH, C.NLP, EFT Prac, memotivasi orang tua dan siswa (dok madrasah)

"Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri.
Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai.
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, ia belajar keadilan." (Dorothy Law Nolte)

(MTsN 1 Bantul).- “Percayailah! Putra-putri Ibu Bapak adalah anak yang hebat. Jangan remehkan potensi mereka. Jangan abaikan cita-cita mereka karena proses terus berjalan. Perubahan takdir itu per detik. Hindari terprofokasi oleh iklan, label yang menempel dalam diri anak saat ini karena Allah akan menakdirkan anak sesuai dengan proses pendampingannya” Itulah pesan Nazhif Masykur dihadapan orang tua dan 184 siswa kelas 9  dalam  Achievement Motivation Training (AMT) dan doa bersama di Musala Daarul 'Ilmi MTs N 1 Bantul Jumat 5 April 2024. Betapa takdir berubah per detik dia gambarkan dalam sebuah cerita. Inilah cerita tersebut.

“Waktu di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Pak Nazhif punya teman manusia setengah jadi. 

Siapa manusia setengah jadi ini? Bencong! “

Waktu di kelas 1 MI guru kami bertanya, “ Siapa yang ingin jadi tentara?’ Anak yang bernama Fahrurozi ini tunjuk jari.  

“Saya bu.” Jawab Fahrurozi dengan logat  becongnya. Semua kelas menoleh padanya dan riuh tertawa, menertawakan Fahruruzi. Anak ini memang berperawakan tinggi tetapi wajahnya feminim dan logat bicaranya bencong. Mana mungkin tentara kok bencong. Tetapi yang mengherankan saya, anak ini punya keyakinan akan cita-citanya. Dia kukuh dengan pendiriannya.

Sebagai anak yang diberi label bencong, tiap istirahat Ipal, julukan Fahrurozi tak pernah keluar kelas. Dia selalu saja dibully, diolok-olok oleh teman-temannya. Walaupun demikian keyakinan jadi tentara tak pernah padam.

Ketika duduk di kelas 5 dia bertemu dengan guru yang sama, yang mengajar kelas 1 dulu. Guru itu bertanya lagi kepada para siswa dengan pertanyaan yang sama. Tentang cita-cita.

“Adik-adik, siapa yang ingin jadi tentara?” tanya guru itu dengan semangat dan  ramah.

Lagi-lagi Fahrurozi menjawab duluan. “Saya bu.” teriak Fahrurozi masih dengan logat becongnya. Suara tertawa seluruh kelas riuh kembali mendengar logat bencongnnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline