Lihat ke Halaman Asli

Hapus Akun Medsosmu Sekarang Juga! [Part 2]

Diperbarui: 13 Februari 2021   14:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

social media addiction (http://theconcordian.com/)

Medsos memanipulasi para pengguna berdasarkan  attention economy atau ilmu ekonomi yang tujuannya adalah menarik sebanyak-banyaknya pengguna dengan menarik perhatian mereka(Prado, 2017, p. 37). Tujuannya adalah agar para pengguna terjebak di sana selama berjam-jam. Media sosial itu pada dasarnya seperti ilusi sulap. 

Perubahan perilaku pada diri kita memang tidak terlihat, tapi ternyata media sosial dengan sengaja telah meletakkan sebuah program di dalam otak bawah sadar kita. Mengapa cara kerjanya demikian? Karena sesungguhnya para pengguna adalah produk mereka! 

Ya, perubahan perilaku dan persepsi seseorang adalah produknya! Media sosial menghasilkan pundi-pundi uang berdasarkan seberapa lama para pengguna menggunakan situs dan aplikasinya(Harrison, 2017, p. 114). Semakin lama kita terpaku di media sosial, semakin banyak pula uang yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut.

Yang kedua, karena media sosial itu sangat berbahaya bagi kesehatan mental seseorang. Masalah kesehatan mental yang paling sering terjadi adalah kecanduan, munculnya rasa tidak percaya diri pada diri sendiri, kecemasan, iri, stress dan depresi. Manipulasi yang dilakukan oleh media sosial memang berdampak pada kesehatan mental para penggunanya. Beberapa studi kasus telah menemukan peningkatan dalam masalah kesehatan mental berdasarkan penggunaan media sosial yang berlebih, terutama pada orang dewasa dan anak muda. Baru-baru ini, studi dari Universitas Pittisburgh menemukan bahwa orang yang sangat aktif di media sosial memiliki tiga kali lipat depresi dibandingkan mereka yang menggunakannya sedikit (Silvermist Journal, 2020).

Ya, ini semua terjadi karena media sosial telah memberikan gambaran semu tentang standar hiduup yang padahal palsu. Semua orang berlomba-lomba menampilkan kesempurnaan dengan sebaik mungkin di media sosial, hampir tidak ada cacat!  Itulah mengapa seseorang bisa menjadi cemas karena dia merasa bahwa dirinya tidak semenarik atau se sukses orang-orang yang dia lihat di media sosial  (Lanier, 2018, p. 61).

Jonathan Haidth PhD mengatakan bahwasanya ada peningkatan yang sangat besar dalam depresi dan kecemasan bagi remaja Amerika yang yang dimulai antara tahun2011 dan 2013. Dia juga menjelaskan bahwa seluruh generasi ini lebih mudah cemas, rapuh, lebih takut untuk mengambil keputusan, dan lebih tertekan (Orlowski, 2020). 

Sayangnya, ini adalah perubahan nyata dalam sebuah generasi. Tristan Harris juga mengatakan bahwa kita telah beralih dari memiliki lingkungan teknologi berbasis alat ke lingkungan teknologi berbasis kecanduan dan manipulasi. Selain itu, Edward Tufte mengatakan "Hanya ada dua industri yang menyebut konsumennya dengan sebutan 'users' atau pengguna, yaitu perusahaan narkoba dan peranti lunak."

Ketiga, adalah karena media sosial menyebabkan masalah sosial seperti polarisasi politk, radikalisasi, dan masalah anti-sosial. Tak diragukan lagi, media sosial telah menimbulkan masalah baru yang serius di masyarakat. Polarisasi politik adalah contoh nyata dari masalah sosial tersebut. Di Indonesia sendiri misalnya, selama masa pemilu 2019, masyarakat Indonesia terbagi menjadi dua kubu. 

Kubu pendukung paslon nomor 1 dan paslon nomor 2. Mereka saling termakan hoax dan isu perpecahan yang muncul di media sosial yang menimbulkan kebencian antara kedua belah pihak. Bahkan saling menjuluki satu sama lain dengan istilah "kampret" dan "cebong." Sedangkan di Amerika Serikat, sebuah penelitian telah menemukan bahwa partai Republik dan Demokrat terpecah lebih besar dari sebelumnya seiring dengan berkembangnya internet dan media sosial.

Lanjut pembahasan ke part 3




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline