Memahami Al-Baqarah Ayat 183-187
Mohamad Ulil Albab
43030210025
Ketika membahas tentang puasa, maka tidak sedikit ulama yang menggunakan surat Al-Baqarah ayat 183-187 sebagai pedomannya, atau bahkan dapat dipastikan bahwa setiap ulama yang membahas mengenai puasa, maka beliau pasti akan menggunakan ayat ini sebagai dalil dan landasan. Selanjutnya saya akan mengupas sedikit mengenai ayat ini dari beberapa sudut pandang ulama, yang kemudian bisa ditarik benang merahnya.
- Al-Baqarah Ayat 183
- Ayat ini menjelaskan mengenai kewajiban puasa yang dilakukan oleh setiap orang yang beriman. Ayat ini juga menunjukkan sudah adanya kewajiban berpuasa bagi umat terdahulu sebelum Nabi Muhammad, dan tidak ada yang menghapuskan syariat ini karena keutamaan serta manfaatnya yang begitu besar. Selaras dengan yang dijelaskan di dalam kitab Tafsirul Qur'anil Adzim yang dikarang oleh Jalaluddin As-Suyuthi dan Jalaluddin Al-Mahalli. Di dalam kitab itu dijelaskan bahwa puasa dapat membendung hawa nafsu dan syahwat, yang mana hal tersebut adalah sumber dari kemaksiatan. Menurut Quraish Shihab dalam tafsirnya Al-Misbah bahwa yang menjadi titik pembahasan adalah bahwa ayat ini menjelaskan kewajiban berpuasa dan tidak menunjukkan siapa objek yang dikenai kewajiban tersebut. Bahkan jika Allah tidak mewajibkan puasa, maka manusia akan mewajibkannya untuk diri mereka sendiri. Dan menurut Achyar Zein dengan melakukan puasa kita akan bisa mendapatkan predikat ketaqwaan itu.
- Al-Baqarah Ayat 184
- Meskipun puasa memiliki banyak keutamaan dan manfaat, tetapi ada beberapa golongan yang tidak mampu untuk melakukan puasa. Sehingga ayat ini memberi penjelasan siapa saja orang-orang yang boleh untuk tidak berpuasa serta menggantikannya di lain hari atau menggantinya dengan membayar fidyah. Seperti yang dijelaskan di dalam kitab Kasyifatus Saja bahwa orang-orang yang boleh untuk tidak melakukan puasa dan menggantikannya di lain hari adalah orang yang sedang bepergian atau musafir yang jarak perjalanannya sudah cukup untuk melakukan jama' dan qashar sholat, dan orang-orang yang sedang sakit dan tidak mampu untuk puasa. Sedangkan orang yang boleh untuk tidak berpuasa dan menggantikannya dengan membayar fidyah adalah golongan orang-orang yang sudah sangat tua.
- Al-Baqarah Ayat 185
- Setelah menjelaskan mengenai puasa dan tatacara berpuasa pada ayat-ayat sebelumnya, ayat ini menjelaskan tentang kebolehan orang sakit dan kewajibannya untuk mengganti sebanyak puasa yang ditinggalkan pada lain hari. Dan di dalam tafsir Ibnu Katsir ayat ini juga menjelaskan tentang keagungan bulan Ramadhan. Sebagaiman hadits yang diriwayatkan oleh Abu Said bahwa dalam bulan Ramadhan ini diturunkan lembaran-lembaran (shuhuf) nabi Ibrahim, kitab Taurat pada nabi Musa, kitab Injil pada nabi Isa, dan kitab Al-Quran pada nabi Muhamad yang kemudian menjadi pedoman umat Islam. Selain itu keagungan bulan Ramadhan ini adalah karena di dalamnya terdapat malam Lailatul Qadr, yaitu malam yang setara dengan seribu bulan. Maka ketika kita melakukan kebaikan di dalamny itu sama halnya kita melakukan kebaikan selama seribu bulan. Dan apabila kita melakukan keburukan di dalamnya itu sama halnya kita melakukan keburukan selama seribu bulan. Maka denga adanya bulan Ramadhan ini kita sebagai umat Islam harus bersyukur, dan syukur itu menurut Imam Ghazali tidak hanya dalam bentuk lisan tetapi juga dalam bentuk perbuatan, yakni perbuatan baik dan ibadah yang lebih banyak.
- Al-Baqarah Ayat 186
- Menurut Achyar Zein ayat ini menjelaskan mengenai kedekatan Allah dan para hambanya. Dan sudah seharusnya kedekatan itu bisa menambahkan ketaqwaan hambanya. Hal itu diwujudkan dalam bentuk menjalani segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan Allah. Ayat ini juga menjelaskan bahwa kita harus menggantungkan setiap urusan kita kepada Allah, dan kepad-Nya juga kita menggantungkan setiap harapan kita. Karena Allah telah berjanji bahwa Allah akan mengabulkan setiap doa hamba-hamba-Nya.
- Al-Baqarah Ayat 187
- Sebelum turunnya ayat ini, dahulu umat Islam dilarang untuk melakukan hubungan suami istri ketika di malam hari bulan Ramadhan. Tapi kemudian Allah memberikan keringanan berupa kebolehan untuk melakukan hubungan suami istri di malam hari bulan Ramadhan melalui turunnya ayat ini. Allah memberikan keringanan itu karena Allah tahu bahwa manusia tidak dapat menahan birahinya, oleh karena itu Allah menurunkan keringanan itu. Allah juga melarang kita untuk bersetubuh ketik kita masih beri'tikaf di masjid. Dari ayat ini dapat kita pahami bahwa Allah memberlakukan hukum pada manusia itu sesuai kemampuan manusia itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H