Lihat ke Halaman Asli

Rosa Irawati

Freelancer

Bila Pembelajaran Sosial Emosi Terkoneksi dengan Pembelajaran Berdiferensiasi

Diperbarui: 19 Maret 2022   23:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

 "Dua ujian terberat di jalan spiritual adalah kesabaran untuk menunggu saat yang tepat dan keberanian untuk tidak kecewa dengan apa yang kita hadapi." - Paulo Coelho

Hari masih pukul 9 pagi namun rasanya nya hari berjalan lambat bagi Yanti. Tadi di rumah Ibu bangun kesiangan sehingga tidak ada sarapan di meja makan, padahal sejak makan malam kemarin dia tidak makan, syukurlah Yanti masih bisa tersenyum dan berpamitan dengan baik. Begitu sampai gerbang sekolah, Jessie temannya sesama sekretaris OSIS mengingatkan notulen rapat yang seharusnya diserahkan 2 hari yang lalu, sejak kemarin Yanti sudah mengajak Jessie untuk mengerjakan namun selalu saja waktunya tidak pas dengan jadwal kegiatan Jessie. Yanti tetap tersenyum dan mengajak Jessie berunding sejenak menentukan waktu untuk koordinasi. Jam pertama di kelasnya pun tidak berjalan lancar, temannya satu kelompok yang seharusnya bertugas untuk menggandakan materi presentasi tidak masuk karena sakit, untunglah dia membuat mind-map agar memudahkannya presentasi (sebab gaya belajar yang dimilikinya adalah visual), diuploadnya mind map yang dibuatnya di drive sehingga teman-teman sekelas tetap memperoleh materi. Begitu bel tanda jam pelajaran selesai, Yanti langsung menuju ke bangkunya, dia merasa lelah dan ingin menangis rasanya. Namun Yanti tahu, dia sedang di kelas tidak mungkin dia melepaskan emosinya begitu saja, diminumnya bekal air putih yang dibawanya, kemudian dia fokus pada pernafasan yang dilakukannya, diamatinya aliran nafasnya dan aliran ketenangan yang dialaminya setelah itu dibayangkannya tombol proceed lalu ditekannya kuat-kuat. Yanti kembali tersenyum dan siap untuk masuk pada jam sesi berikutnya.  

Sosok pelajar Yanti memiliki sebagian profil pelajar pancasila yang menjadi tujuan pendidikan saat ini. Sosok pelajar yang memiliki karakter berakhlak mulia, kreatif, mandiri dan berfikir kritis dalam menjalani hari-harinya. Pasti ada kekecewaan dalam dirinya ketika tidak dijumpainya sarapan pagi di meja makan namun dia mencoba memahami bahwa Ibunya pasti punya alasan mengapa bangun kesiangan setidaknya ibu pasti tidak sengaja. Terkadang Yanti pun bangun kesiangan sehingga beberapa hal juga tidak dilakukannya seperti membantu ibu menyapu halaman rumah.  Jessie juga punya kegiatan lain di luar sekolah seperti halnya Yanti yang juga aktif di karang taruna dan juga latihan menari, yang diperlukan adalah pemahaman bahwa mereka saling mendukung. Kesadaran ini didapatkannya ketika Bu Tesa mengajarinya mengenai statistika, dalam perhitungan statistik selalu ada toleransi kesalahan 1-5%. "Jadi tidak ada yang sempurna dalam hidup ini, pahamilah bahwa setiap orang pasti memiliki niat baik tetapi juga memiliki keterbatasan." kata Bu Tesa.

Teman yang sakit adalah situasi yang mendesak dan tidak perlu ada yang disalahkan sebab siapa di dunia ini yang ingin sakit bukan. Untunglah Bu Nina, Guru BK di sekolah membuat Yanti menyadari bahwa gaya belajar yang dimilikinya adalah visual. Agar materi pelajaran yang didapatkan bisa memiliki daya re-call yang tinggi maka selain membaca dia harus membuat mind-map dan juga membayangkan alur cerita materi yang di dapatkan. Untuk memudahkannya membuat mind map, Yanti menggunakan aplikasi yang pernah dibagikan oleh Pak Wayan guru Biologi, sehingga mind map yang dibuatnya  penuh warna, terlihat menarik dan mudah dipahami. Jadi ketika dia harus presentasi seorang diri, secara kreatif dia menyelesaikan permasalahan yang ada mengambil keputusan untuk tetap tampil secara mandiri sehingga pembelajaran tidak terhambat.

Sebagai seorang individu, dapat dipahami bahwa Yanti mengalami kelelahan emosi. Bersyukur guru-guru di sekolahnya sering mengajari para muridnya macam-macam teknik relaksasi. Pernah ada sebuah kegiatan khusus di sekolah, selama 1 hari penuh tidak ada pelajaran, namun terdapat kelas-kelas relaksasi seperti yoga, meditasi, menggambar, bercerita, dll.  Setiap murid wajib memilih 2 kelas. Dengan demikian Yanti terbiasa untuk melakukan relaksasi secara mandiri. 

Pembelajaran Sosial Emosi (PSE) adalah sebuah pembelajaran yang mengajarkan individu untuk memiliki kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness), kemampuan berinteraksi sosial (relationship skills), pengambilan keputusan bertanggung jawab (responsible decision-making). PSE memiliki 3 cara dalam penyampaiannya yakni terintegrasi dalam pembelajaran, rutin dan juga protokol. Terintegrasi dalam pembelajaran memiliki arti bahwa PSE diberikan oleh para pendidik pada kegiatan pembelajarannya, bisa di kegiatan awal, inti maupun penutup. Contohnya Bu Tesa yang memberikan kesadaran tidak ada yang sempurna di dunia ini melalui pelajaran statistikanya. Protokol artinya adanya waktu/kegiatan khusus untuk menanamkan PSE ini. Contohnya adanya Hari Relaksasi di sekolah Yanti.

Pembelajaran berdiferensiasi yang berpusat pada murid menjadi sebuah wadah yang apik dalam penanaman PSE. Para murid bisa diajak untuk mengenal, mengeksplorasi dan bahkan mengekspresikan apa yang dimiliki, dipahami dan tindak lanjut pengembangan dirinya termasuk kesadaran sosial emosi yang dimiliki sesuai dengan bakat dan minatnya masing-masing.   




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline