Lihat ke Halaman Asli

rosa indithohiroh

Meneliti Kehidupan.

Negara Indonesia Terancam Krisis Identitas

Diperbarui: 24 Januari 2024   14:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.inews.id/news/nasional/prinsip-negara-hukum-yang-diterapkan-di-indonesia-berikut-penjelasannya

Identitas negara Indonesia yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) sebagai negara hukumnya bagaikan senjata dalam membunuh diri sendiri. Hal ini dikarenakan negara Indonesia sendiri belum dapat mampu membuktikan bahwa hukum berdaulat di negeri ini. Jika kita melihat fakta yang hadir belakangan ini atas pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi yang dibuktikan melanggar kepada Sapta Karsa Hutama yang pada amar putusannya (Putusan Nomor: 2/MKMK/L/11/2023) pada point 1 menegaskan bahwa "Hakim Terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan dan Kesopanan". Namun pada putusannya tersebut terdapat pendapat yang berbeda (dissenting opinion) dari Anggota Majelis Kehormatan yaitu Bintan R. Saragih, yang mana beliau menyatakan bahwa "Sanksi terhadap 'pelanggaran berat' hanya 'pemberhentian tidak dengan hormat' dan tidak ada sanksi lain sebagaimana diatur pada Pasal 41 huruf c dan Pasal 47 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi".

Sapta Karsa Hutama sendiri diadopsi dari "The Bangalore Principle of Judicial Conduct 2002" yang selanjutnya disesuaikan dengan sistem hukum Indonesia dan etika kehidupan berbangsa sebagaimana yang termuat pada Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa yang masih berlaku. Selanjutnya Sapta Karsa Hutama sendiri ditetapkan pada Peraturan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 09/PMK/2006 tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik Dan Perilaku Hakim Konstitusi. Maksud dari setiap prinsip yang tertuang pada Sapta Karsa Hutama diantaranya:

  1. Prinsip Independensi, prinsip ini melekat sangat dalam dan harus tercermin dalam proses pemeriksaan dan pengambilan keputusan atas setiap perkara yang tidak terpengaruh dari pelbagai pengaruh, dan berkaitan erat pula dengan independensi Mahkamah sebagai institusi peradilan yang berwibawa, bermartabat, dan terpercaya.

  2. Prinsip Ketakberpihakan, ketakberpihakan ini mencakup sikap netral disertai penghayatan yang mendalam akan pentingnya keseimbangan antar kepentingan yang terkait dengan perkara.

  3. Prinsip Integritas, yakni keutuhan atas kepribadian yang mencakup atas sikap jujur, setia, dan tulus dalam menjalankan tugas profesinya yang disertai tangguh dalam menepis dan menolak atas segala bujuk rayu.

  4. Prinsip Kepantasan dan Kesopanan, merupakan norma kesusilaan pribadi dan antar pribadi yang tercermin pada perilaku hakim konstitusi sendiri baik sebagai pribadi maupun pejabat yang dalam menjalankan tugas profesionalnya dengan rasa hormat, kewibawaan, dan kepercayaan.

  5. Prinsip Kesetaraan, menjamin atas memperlakukan sama terhadap semua orang (equal treatment) yang berdasarkan atas kemanusiaan yang adil dan beradab.

  6. Prinsip Kecakapan dan Keseksamaan, kecakapan sendiri tercermin dari pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman dalam pelaksanaan tugas; sedangkan keseksamaan merupakan sikap pribadi hakim konstitusi yang menggambarkan kecermatan, kehati-hatian, ketelitian, ketekunan, dan kesungguhan dalam pelaksanaan tugas profesional hakim tanpa menunda-nuda keputusan.

  7. Prinsip Kearifan dan Kebijaksanaan, pada prinsip ini menuntut hakim untuk bersikap dan bertindak sesuai dengan norma hukum dan norma lainnya yang hidup dalam masyarakat dengan memperhatikan situasi dan kondisi pada saat itu serta mampu memperhitungkan akibat dari tindakan nya, sabar, tetapi tegas dan lugas.

Tentu dengan adanya pencopotan ini atas pelanggarannya terhadap hal mendasar yang seharusnya dipedomani dan dimiliki hakim konstitusi hal ini senyata-nyatanya meruntuhkan marwah Mahkamah Konstitusi sendiri sebagai 'the guardian' dan sekaligus 'the ultimate interpreter of the constitution' sebagaimana pendapat yang diutarakan oleh Jimly Asshiddiqie. (Gagasan Negara Hukum Indonesia, hal: 1)

Selain dari pelanggaran pada tubuh Mahkamah Konstitusi, terdapat pula pelanggaran di dalam tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada 22 November 2023 Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI (Bareskrim Polri) telah menetapkan Firli Bahuri selaku Ketua KPK sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Kemudian tidak lama dari penetapan tersangka Ketua KPK, pelanggaran hadir juga pada tubuh Mahkamah Agung yang dilakukan oleh Hakim Agung Gazalba Saleh, yang ditahan atas kasus gratifikasi dan pencucian uang. Pun jika kita melihat atas pendapat Anggota Komisi III DPR RI, I Wayan Sudirta yang menyatakan bahwa banyaknya pengaduan masyarakat terhadap Komisi III DPR RI adalah seputar penyalahgunaan kewenangan oleh aparat penegak hukum. (Citra Penegakan Hukum Di Indonesia Tahun 2023, hal: 6-7)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline