Lihat ke Halaman Asli

rosa indithohiroh

Meneliti Kehidupan.

Dalam Buaian Marx-Machiavelli

Diperbarui: 21 Juli 2020   08:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

wallpapercave.com

Tulisan ini hadir dalam bentuk penyampaian asumsi dari beberapa premis mengenai realitas yang belakangan ini hadir. Sangat hangat rasanya mengenai proyek kartu pra-kerja yang bekerjasama dengan ruang guru yang diprakarsai oleh CEO nya sendiri. Kemudian stafsus yang secara ajaibnya ia melayangkan surat kepada para camat.

Terlalu banyak konflik kepentingan yang mencuat akhir-akhir ini. Kemudian tak dapat kita lupakan mengenai super powernya Luhut Binsar Panjaitan. Yang konon katanya ia pengendali ketiga elemen dalam kenegaraan dan tentunya ini menjadi santapan publik yang dimana menguasai trias politikanya.

Sebelum dari ini semua, permasalahan mengenai korupsi yang dilakukan Harun Masiku tidak dapat terdengar kembali. Entah itu seperti apa sekarang keadaannya. Secara kedudukannya ia adalah kader partai yang saat ini sedang menduduki kekuasaan.

Sangat jelas mengenai permainan persaingan antar kelas. Kelas satu menyerang kelas dua dan kemudian kelas dua menyerag kembali kelas satu. Ini berbicara mengenai borjuis-ploretar oh atau bisa dikatakan si kuat dan si lemah.

"Menurut Marx, negara adalah organ kekuasaan kelas, organ penindasan dari satu kelas terhadap kelas yang lain, ia adalah ciptaan "tata tertib" yang melegalkan dan mengekalkan penindasan ini dengan memoderasikan bentrokan antar kelas." (lenin, negara dan revolusi, hal:10)

Maka sangatlah jelas mengenai paham Marx tidak dapat terbantahkan mengenai peperangan antar kelasnya. Kemudian hadirlah pendapat bapak kenegaraan kita semua yaitu Nicollo Machiavelli yang mengatakan bahwa negara sebagai negara kekuasaan. Yang dimana penguasa sendiri harus memiliki sifat sebagai layaknya serigala dan singa. Yaitu sebagai penyatap dan sebagai raja diatas binatang lainnya.

"Penguasa sebagai pemimmpin negara harus mempunyai sifat sebagai serigala dan singa. Sebagai serigala ia dapat mengetahui dan membongkar rahasia yang bisa merobohkan negara karena kelicikannya. Sebagai singa ia bisa menaklukkan binatang-binatang buas lainnya."

Sangat jelas bukan seberapa kuatnya negara. Dengan super powernya itu membuat para penyantap berebut untuk menyantapnya. Berbicara hal ini kita dihidangkan mengenai berita bahwa Gibran dan Boby Nasution yang keduanya memiliki status sosial yaitu anak-menantu dari pak presiden sendiri. Sehingga hal ini memunculkan asumsi publik terjadinya politik dinasti.

Memang benar keterkaitan sosial itu sangatlah besar efeknya. Namun itu semua Machiavelli menggagas mengenai kekuasaan yang instan akan menghadirkan kemunduran yang instan karena akarnya yang tidak cukup kuat, itu yang disampaikan pada bukunya "il Principe". Namun entahlah ini akan seperti apa. Lagi-lagi ini semua asumsi dalam realitas yang hadir.

Sangat menakutkan bukan menjadi seorang manusia?, dengan akalnya ia memiliki dua kemungkinan. Bisa saja ia menjadi manusia yang bermartabat atau menjadi budak ketamakan. Yang kita semua dapat mengetahui dengan baik seperti apa kita sendiri dan semoga hal itu akan membawa pada kemartabatan.

Sekian, salam dari jurang alam pikiran.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline