Lihat ke Halaman Asli

Tanganku Terlalu Kecil

Diperbarui: 17 Juni 2015   16:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Tanganku Terlalu Kecil

Pada momen valentine Februari tahun 2000 aku hanya bisa membalas sapaan valentinnya dengan kalimat “Tanganku terlalu kecil untuk menggenggam kehidupan.”Itu kutuliskan untuk menggambarkan bahwa aku tidak mungkin lagi kembali kepadanya, menuliskan kisah-kisah hidup bersamanya, berbagi kekhawatiran dan kerinduan. Aku sudah ada di buku yang berbeda dengan dia meskipun dia mungkin masih berharap ada satu bab di mana aku dan dia dipertemukan lagi dan menulis bab-bab berikutnya. Dan aku belum berani menceritakan buku kisahku saat itu. Aku menunggu saat yang tepat setelah dia selesai meraih gelar dokternya. Aku tidak mungkin menggenggam cinta yang sedemikian besar untuk diriku sendiri dan untuknya. Aku menyadari bahwa aku sungguh terbatas dan keterbatasanku itu merubah jalan hidupku, kisah hidupku, buku sejarahku. Aku menulis judul buku baru.

Dalam buku baruku masih ada sub bab yang selalu diwarnai kehadirannya sampai akhirnya aku menerima kenyataan dengan damai bahwa kehadirannya adalah nyata dan harus aku syukuri. Dia tetap ada meski perannya perlahan-lahan tidak lagi menjadi yang utama. Dan pada moment ini aku benar-benar memutuskan mengganti peran itu menjadi latar belakang yang indah yang harus aku terima dan syukuri dengan damai.

Saat aku menulis bahwa tanganku terlalu kecil menggenggam kehidupan, aku masih belum sepenuhnya menerima kenyataan bahwa hidupku sedang dibentuk ulang. Hidupku baru saja melewati kejadian-kejadian yang membuat jiwa dan ragaku berantakan berkeping-keping lepas berhamburan di luar kemampuanku untuk merangkai kembali. Itu situasi antara pasrah pada kehendakNya dan ketidakberdayaan menerima kenyataan paling menyakitkan. Aku sedang sakit jiwa dan raga yang telah mengubah hidupku dan caraku memandang diriku serta dunia sekitarku. Mestinya aku tuliskan ungkapan-ungkapan manis cinta nan penuh harapan, tetapi itu tidak mungkin lagi. Aku tidak lagi memberi harapan bisa kembali bernyanyi tentang cinta bukit-bukiit Maubisse lagi bersamanya. Aku tidak lagi bisa berbagi keindahan Pousada dan lereng-lereng Kablaki. Aku hanya bisa mengucap “tanganku terlalu kecil”...

Empat belas tahun sejak saat itu, hari ini, aku masih merasakan bahwa tanganku masih terlalu kecil untuk menggenggam kehidupan. Akan tetapi aku menemukan makna yang sangat berbeda dengan apa yang aku maknai saat itu. Tanganku memang teramat kecil untuk menggenggam kehidupan, tapi aku harus mensyukuri bahwa ada tangan yang jauh lebih besar selalu menggenggam hidupku. Pilihan yang punya tangan kehidupan itu sangat pas dengan hidupku meski aku masih sering berontak. Harus aku akui bahwa pilihanNya yang benar dan paling tepat. Dan tidak ada cara lain kecuai bersyukur dan berterima kasih atas apa yang pernah aku alami. Sangat sakit memang, tetapi jalan itulah yang memang sudah terjadi dan mewarnai hidupku.

Ketika mood berkisah muncul lagi di pedalaman Kalimantan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline