Lihat ke Halaman Asli

Rory Anas

Berprofesi sebagai Advokat.

Kaitan Kontrak Baku dan Pemerintah

Diperbarui: 11 Maret 2019   13:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Contoh kasusnya adalah Asuransi. Asuransi adalah hal yang lazim di era post modern ini. Kedepannya setiap sendi kehidupan takkan lepas dari Asuransi. Baik asuransi jiwa, kecelakaan, kebakaran dan lainnya. Asuransi ada yang wajib dan ada yang tidak wajib. Asuransi wajib dimana asuransi ini selalu disertakan seperti ketika konsumen mengurus STNK kendaraan miliknya yaitu pada asuransi ja** ra**rja. Ada asuransi tak wajib yang berarti bahwa konsumen dapat memilih dan mengambil asuransi sesuai kebutuhannya, seperti asuransi pr*dent**l, ma**li*e dan lainnya.

Dalam setiap kontrak asuransi, telah diketahui bahwa kontrak yang tersedia adalah kontrak baku yang sebelumnya telah dibuat oleh perusahaan asuransi bersangkutan. Mengenai kontrak baku ini, ada kemungkinan terdapat kesenjangan keberpihakan pada pasal-pasal yang tercantum didalamnya, bukan itu saja tentu bisa saja ada hal lain yang dapat merugikan konsumen. Ini sudah rahasia umum, karena di kampus-kampus hal ini seringkali dibahas oleh para Akademisi yang ahli dibidang perasuransian ini.

Kontrak baku dalam Asuransi ini selalu saja menjadi persoalan. Memang benar dalam dunia asuransi terdapat slogan "Take it or Leave it", maksudnya konsumen dapat memilih dengan bebas asuransi mana yang akan dipakai sesuai dengan selera masing-masing, jika sesuai ambil tetapi jika tidak sesuai maka tinggalkan.

Tapi sesungguhnya tidak sesederhana itu juga, karena berdampingan dengan Kontrak Baku Asuransi itu tadi, terdapat satu aturan yaitu UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) yang mau tak mau pihak Asuransi "Wajib" untuk melaksanakannya. Khususnya dalam Pasal 18 UUPK yaitu tentang ketentuan pencantuman klausula baku.

Contohnya pada Pasal 18 Ayat (2) UUPK secara jelas dikatakan, "Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti".

Kita tau bahwa dalam kontrak baku biasanya tulisan didalamnya kecil-kecil dan spasinya berdempet sehingga tidak jelas dibaca, apalagi dalam satu halaman terbagi menjadi dua kolom paragraph dan ditambah lagi halamannya yang lebih dari 10 lembar. Tentu saja hal ini sangat menyulitkan untuk membacanya.

Bagi manusia normal paling banyak hanya bisa membaca empat atau lima halaman, selebihnya konsumen akan malas untuk membaca isi kontrak yang "rumit" tersebut. Ditambah lagi draft kontrak tersebut tidak dapat dibawa pulang untuk dibaca di rumah. Hal ini kemungkinan besar akan dapat merugikan konsumen dikemudian hari.

Mungkin saja tidak semua perusahaan asuransi yang belum memperbaharui kontrak bakunya, tetapi secara umum seharusnya pihak perusahaan-perusahaan Asuransi di Indonesia sudah wajib menyesuaikan kontrak baku miliknya agar disesuaikan dengan UUPK. Sehingga keduabelah pihak dapat dilindungi secara hukum.

Dalam suatu Kontrak tidak hanya butuh Syarat sah suatu kontrak sesuai dengan Pasal 1320 BW tapi pada tiap-tiap syarat sah kontrak tersebut terdapat juga definisinya masing-masing. Dalam hal ini apabila kontrak baku melanggar UUPK maka tidak terpenuhi syarat objektif suatu kontrak yaitu causa yang halal dalam suatu kontrak yang disebabkan karena adanya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan, dalam hal ini terkait dengan UUPK. Apabila hal ini terjadi maka status hukum kontrak baku tersebut Batal Demi Hukum. Hanya saja tentunya konsumen akan kesulitan dalam upaya menguji kontrak baku tersebut ke Pengadilan Negeri, karena posisinya yang lemah.

Yang perlu diingat adalah, Pacta Sun Servanda tidak akan tercapai (walupun sudah ditandatangani) jika salah satu syarat sahnya suatu kontrak (1320 BW) dan komponen-komponen dalam masing-masing syarat sah kontrak tersebut tidak tercapai atau ada yang dilanggar.

Maka dari itu diperlukan pengawasan yang pro aktif dari pemerintah untuk mendesak agar perusahaan-perusahaan asuransi yang ada di Indonesia agar segera dan dapat menyesuaikan kontrak-kontrak baku tersebut dengan merujuk pada UUPK.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline