POTENSI TELEVISI SEBAGAI MEDIA PENDIDIKAN KARAKTER
Oleh:
Rr.Martiningsih, M.Pd.
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Dengan dicanangkannya program pendidikan yang berbasis karakter oleh pemerintah pada tanggal 2 Mei 2011; maka untuk mensukseskan program tersebut, diperlukan keterlibatan semua pihak termasuk media massa. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyoroti peran media televisi dalam mempengaruhi tingkah laku manusia, khususnya potensi televisi sebagai media menyampaikan pendidikan karakter. Tulisan ini diharapkan dapat menjadi masukan/rujuakan bagi semua pihak yang ingin memanfaatkan televisi sebagai sarana untuk menyampaikan pendidikan karakter . Ada beberapa hal yang ingin dicapai dari pendidikan karakter; salah satunya adalah agar peserta didik tahu arti kebaikan, mau berbuat baik, dan nyata berperilaku baik (Harian Umum Repulika, Jum’at, 20 Mei 2011, H. 25). Dari penjelasan tersebut jelas bahwa dalam diri peserta didik diharapkan terjadinya perubahan pengetahuan, perubahan sikap dan perubahan perilaku. Perubahan pengetahuan berupa dari tidak tahu menjadi tahu tentang kebaikan, perubahan sikap berupa dari tidak mau menjadi mau berbuat kebaikan dan perubahan perilakunya berupa nyata berperilaku baik dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development), Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development). Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand design tersebut.
Menurut UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Peserta didik mengikuti pendidikan di sekolah hanya sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari 30%. Selebihnya (70%), peserta didik berada dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu, pendidikan di sekolah berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil pendidikan peserta didik.
Selama ini, pendidikan informal terutama dalam lingkungan keluarga belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan dan aktivitas kerja orang tua yang relatif tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik peserta didik di lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh media elektronik ditengarai bisa berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan pencapaian hasil belajar peserta didik. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui tayangan televisi yang mendukung pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik.
Sebagai media, televisi memiliki empat fungsi, yakni fungsi komersial, alat hiburan, penyampai informasi, dan edukasi. Sayangnya, fungsi yang terakhir, yakni edukasi, kerap terabaikan. Sebagai penyeimbang membeludaknya acara hiburan, kini televisi edukasi menjadi penting. Mengacu pada pandangan bahwa peserta didik lebih mudah meniru serta melakukan segala hal yang mereka lihat ketimbang segala hal yang mereka dengar, maka efek positif televisi bagi pembentukan karakter peserta didik bisa dioptimalkan. Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) melalui Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan (Pustekkom) telah mencanangkan dimulainya siaran Televisi Edukasi (TVE) pada tahun 2003. Harapannya tentu saja televisi edukasi bisa media pembentukan karakter.
Televisi sebagai media merupakan salah satu jenis media elektronik yang sangat effektif untuk jika dmanfaatkan untuk kepentingan pendidikan karakter. Materi yang disampaikan oleh media televisi kepada peserta didik/pemirsanya hendaknya disusun/dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah tuntunan dan tontonan yang menarik (edutainment), dengan maksud agar peserta didik/pemirsa dapat mencerna, menghayati dan memiliki, serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari dengan cara yang tidak dogmatis dan tidak merasa digurui.
Efek tayangan televisi pada peserta didik memang luar biasa. Contoh paling jelas adalah berjatuhannya korban-korban "Smack Down", gara-gara memasyarakatnya aksi kekerasan via televisi. Sisi positifnya, peserta didik sekarang lebih cepat menyerap dan memahami berbagai istilah ilmiah populer dibanding masa lalu. Mereka juga, cenderung memiliki wawasan dan pengetahuan yang lebih luas. Jujur saja, dalam hal ini, televisi punya andil.
Nilai-nilai yang ditampilkan oleh tontonan mereka, seperti materialisme, kekerasan, mistik seperti pada cerita-cerita misteri akan mewarnai benak peserta didik. Oleh karena itu, kita hendaknya mengatur kegiatan menonton televisi, memilihkan program-program televisi yang cocok dengan pertumbuhan peserta didik dan baik untuk mendapatkan manfaat dari media televisi, meminimalkan dampak negatif media itu terhadap peserta didik.
Tidak dipungkiri, dengan adanya media televisi ini, banyak sekali manfaat yang bisa kita ambil. Dimana kita akan dengan cepat memperoleh informasi-informasi terbaru yang terjadi dimana pun dan belahan dunia manapun. Dengan adanya televisi akan mempermudah suatu perusahaan atau badan usaha untuk mempromosikan produk-produknya, sehingga konsumen mengetahui dan dapat dengan mudah mencari produk tersebut, serta masih banyak lagi keuntungan-keuntungan yang dapat kita peroleh dengan adanya media televisi.
Tidak jarang sekarang ini banyak anak-anak lebih suka berlama-lama didepan televisi dari pada belajar, bahkan hampir-hampir lupa akan waktu makannya. Ini merupakan suatu problematika yang terjadi dilingkungan kita sekarang ini, dan perlu perhatian khusus bagi setiap orang tua untuk selalu mengawasi aktivitas peserta didiknya.
Anak-anak sedang dalam proses sosialisasi nilai-nilai dan pembelajaran untuk menjadi manusia dewasa. Karena usianya, anak-anak sangat dipengaruhi lingkungannya, termasuk apa yang mereka tonton di televisi. Para penyelenggara siaran televisi perlu menyadari apakah yang mereka sajikan memiliki dampak besar pada pembentukan karakter dan nilai-nilai pada anak-anak.
Setiap orang tua memiliki tanggungjawab untuk selalu mengawasi anaknya dan memperhatikan perkembangannya, oeh sebab itu hal-hal yang sekecil apapun harus bisa diantisipasi oleh setiap orang tua mengenai dampak positif atau negatif yang akan ditimbulkan oleh hal yang bersangkutan. Begitu juga mengenai hal televisi ini, yang sudah nyata dampak negatifnya, sudah sepatutnya setiap orang tua mempersiapkan senjata untuk mengantisipasinya. Dari begitu banyak dampak yangdiakibatkan oleh tontonan televisi, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan oleh setiap orang tua, yaitu: 1) Pilih acara yang sesuai dengan usia anak . Jangan biarkan anak-anak menonton acara yang tidak sesuai dengan usianya, walaupun ada acara yang memang untuk anak-anak, perhatikan dan analisa apakah sesuai dengan anak-anak (tidak ada unsur kekerasan, atau hal lainnya yang tidak sesuai dengan usia mereka). 2) Dampingi anak memonton TV . Tujuannya adalah agar acara televisi yang mereka tonton selalu terkontrol dan orangtua bisa memperhatikan apakah acara tersebut masih layak atau tidak untuk di tonton. 3) Letakan TV di ruang tengah, hindari menyediakan TV dikamar anak.
Dengan meyimpan TV di ruang tengah, akan mempermudah orang tua dalam mengontrol tontonan anak-anaknya, serta bisa mengantisipasi hal yang tidak orang tua inginkan, karena kecendrungan rasa ingin tahu anak-anak sangat tinggi.
Kecenderungan rasa ingin tahu yang tinggi itulah yang sangat baik dimanfaatkan media televisi untuk mengembangkan karakter peserta didik, sehingga media televisi sangat berpotensi sebagai media pendidikan karakter bagi peserta didik. Televisi Edukasi, dengan mottonya Santun dan Mencerdaskan adalah salah satu saluran televisi yang benar-benar memperhatikan pendidikan karakter, karena acara-acara dalam TVE telah diujicoba layak ditonton peserta didik, dan TVE sangat berperan dalam pendidikan karakter.
Sebagai penyeimbang membeludaknya acara hiburan, kini televisi edukasi menjadi penting. Mengacu pada pandangan bahwa anak-anak lebih mudah meniru serta melakukan segala hal yang mereka lihat ketimbang segala hal yang mereka dengar, maka efek positif televisi bagi perkembangan karakter anak bisa dioptimalkan. Sehingga perlu pemanfaatan siaran televisi edukasi (TVE).
Berbagai upaya pemanfaatan siaran televisi untuk kepentingan pendidikan dan pembelajaran telah pernah dilakukan, baik oleh stasiun televisi pemerintah maupun swasta. Penyelenggaraan siaran televisi untuk untuk kepentingan pendidikan dan pembelajaran antara lain ditayangkan dalam bentuk sinetron seperti film serial Aku Cinta Indonesia atau ACI, “Si Unyil”, “Siaran Televisi Pendidikan Sekolah (STVPS)”, “National Geographic”, “Sesame Street”, “Dora The Explorer”,“Square One” atau mungkin juga yang dikemas dalam bentuk showseperti “Who Wants To be A Millionaire”, "Siapa Berani", serta kuis ilmiah "Galilleo".
Melalui tayangan siaran televisi seperti tersebut di atas, masyarakat pada umumnya memperoleh manfaat yaitu semakin luasnya khasanah pengetahuan atau wawasan; sedangkan peserta didik pada khususnya memperoleh tambahan pengetahuan di luar yang diperoleh dari gurunya. Mengingat besarnya potensi siaran televisi yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembelajaran, maka seyogianya para guru dapat menjadikannya sebagai salah satu sumber belajar dan memanfaatkannya untuk mengembangkan karakter peserta didik.
RUJUKAN
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/08/20/pendidikan-karakter-di-smp/
http://www.e-dukasi.net/index.php?mod=script&cmd=news/index&newsid=27
http://majidbsz.wordpress.com/2008/06/11/pengaruh-televisi-terhadap-anak/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H