Royan duduk di teras rumahnya, memandangi langit sore yang mulai meredup. Angin sepoi-sepoi berhembus lembut, mengingatkannya pada masa-masa saat almarhumah istrinya, Aisyah, masih berada di sisinya. Kepergian Aisyah meninggalkan duka yang dalam, terutama bagi kedua putrinya, Zahra dan Alia, yang kala itu masih kecil.
Tahun-tahun berlalu, Zahra dan Alia kini beranjak remaja. Mereka tumbuh menjadi gadis yang mandiri, tetapi Royan tahu, di hati mereka masih ada ruang kosong yang dulu diisi oleh kasih sayang seorang ibu. Ia pun mulai berpikir untuk menikah lagi, bukan hanya demi dirinya sendiri, tetapi juga untuk kedua putrinya.
Lalu datanglah Sri, seorang wanita yang usianya sepuluh tahun lebih muda darinya. Ia bukan hanya cantik, tetapi juga periang dan penuh kasih sayang. Sri memiliki senyum yang mampu menghangatkan hati, dan Royan merasa bahwa inilah sosok yang bisa membawa cahaya baru dalam keluarganya.
Menikah dengan Sri adalah keputusan besar, bukan hanya bagi Royan, tetapi juga bagi Zahra dan Alia. Awalnya, kedua gadis itu merasa canggung, takut kalau kehadiran Sri akan mengubah segalanya. Namun, Sri dengan sabar mendekati mereka, mengajak bicara, memasak makanan kesukaan mereka, dan perlahan menciptakan ruang aman bagi mereka untuk menerima kehadirannya.
Hari demi hari, kebahagiaan kembali mengisi rumah itu. Senyum yang dulu jarang terlihat di wajah Zahra dan Alia kini mulai muncul kembali. Royan merasa bersyukur, hidupnya kembali berwarna dengan kehadiran Sri.
Tak lama setelah pernikahan mereka, Sri mengandung. Berita ini membawa kebahagiaan sekaligus kegelisahan bagi Royan. Ia khawatir bagaimana Zahra dan Alia akan menerima seorang adik dari ibu tiri mereka. Namun, saat bayi itu lahir—seorang anak laki-laki yang tampan dan sehat—kekhawatiran itu menghilang seketika.
Mereka menamainya Malik, seorang bayi yang begitu pintar dan menggemaskan. Zahra dan Alia, yang awalnya canggung, justru menjadi kakak yang sangat menyayangi adik kecil mereka. Mereka membantu Sri mengurusnya, menggantikan popok, menimang saat Malik menangis, dan tertawa bahagia saat adik kecil mereka mulai mengucapkan kata pertamanya.
Royan merasa kehidupannya kini lengkap. Duka yang dulu menghantuinya telah berubah menjadi kebahagiaan yang tak terduga. Ia tahu, Aisyah pasti tersenyum dari surga, melihat bagaimana mereka menemukan kebahagiaan kembali.
Di rumah itu, tawa kembali bergema. Tak ada lagi kesepian, tak ada lagi duka yang menyesakkan. Hanya ada cinta, kasih sayang, dan keluarga yang kembali utuh.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI