Lihat ke Halaman Asli

Ropiyadi ALBA

Tenaga Pendidik di SMA Putra Bangsa Depok-Jawa Barat dan Mahasiswa Pasca Sarjana Pendidikan MIPA Universitas Indra Prasta Jakarta

Tempat Wisata Sudah Dibuka, Sekolah Kapan Ya?

Diperbarui: 2 Agustus 2020   11:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar (Liputan6.com)

Ketika menyaksikan tayangan berita di televisi yang mengabarkan bahwa beberapa tempat wisata-seperti pantai Sanur di Bali, Kebun Raya Cibodas di Jawa Barat, dan Taman Suaka Margasatwa Ragunan di Jakarta- telah dibuka secara umum, pikiran saya bercabang dua, antara senang dan khawatir. Senang karena ada tempat yang dapat dijadikan sarana untuk refresing mencari suasana segar setelah sekian lama di rumah saja. Namun rasa khawatir juga muncul, terlebih saat ini kita masih berada di tengah pandemi covid-19.

Perlu diketahui bahwa dunia pariwisata Bali telah dibuka secara bertahap mulai dari 9 Juli 2020 untuk wisatawan lokal, 31 Juli 2020 untuk wisatawan nusantara, dan rencananya September 2020 akan dibuka bagi wisatawan mancanegara. Dikutip dari www.inews.id, Menteri Pariwisata Wisnu Adhitama mengatakan: "Diharapkan setelah dibuka, penerapan protokol kesehatan dapat tetap dijalankan dengan disiplin. Jangan sampai setelah dibuka timbul gelombang kedua Covid-19 hal itu yang harus dihindarkan".

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam sambutannya pada acara Deklarasi Diri Sambut Wisatawan Nusantara di Era New Normal di Bali mengatakan bahwa sektor pariwisata saat ini menjadi salah satu bidang yang sangat diperhatikan pemerintah. 

Lantaran dianggap bisa membuka lapangan pekerjaan yang banyak dan menjadi menyumbang devisa yang besar bagi negara. Pembukaan sektor pariwisata di Bali tentunya juga dengan mempertimbangkan berapa jumlah orang yang positif, berapa banyak zona hijau, bukan asal membuka saja.

Salah satu alasan utama dibukanya tempat wisata (khususnya di Bali) karena sektor ini telah mengalami kerugian sekitar 48,5 milyar setelah terjadinya pandemi selama tiga bulan terakhir. Untuk itu pemerintah diharapkan segera menghidupkan kembali sektor ini dengan persiapan-persiapan yang matang dan bertahap. 

Namun langkah ini bukanlah tanpa resiko. Pandemi covid-19 adalah seperti buah simalakama, apabila kita mengutamakan sektor ekonomi dengan membuka objek-objek wisata, maka akan menjadi peluang besar timbulnya gelombang kedua covid-19. Belum lagi perilaku masyarakat yang masih terbilang sulit untuk memakai masker ketika keluar rumah dan tidak melakukan phisical distancing, sehingga membuat beberapa kepala daerah mengeluarkan kebijakan sanksi bagi yang tidak memakai masker dengan membayar denda 100-300 ribu rupiah. 

Animo masyarakat yang cukup terbilang tinggi dengan dibukanya tempat-tempat wisata, menandakan bahwa memang pada dasarnya setiap manusia tidak akan betah kalau sekian lama "dikurung", Karena pada dasarnya karakter dasar manusia adalah ingin bebas dan sebagai makhluk sosial (zoon politikon). Sebagai makhluk sosial, kita ingin selalu dapat berkomunikasi dan bersosialisasi sesama manusia apalagi dapat dilakukan secara langsung.

Ketika melihat dan mendengar berita telah dibukanya beberapa objek wisata seperti di Bali dan Jakarta, lalu muncul pertanyaan, sekolah kapan ya?. Kalau alasan dibukanya objek wisata adalah sektor ekonomi, maka penutupan sekolah-sekolah dari kegiatan tatap muka langsung juga berdampak pada sektor ekonomi. 

Menurut pengamatan sederhana penulis, dengan berlangsungnya Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) telah meningkatkan pengeluaran para orang tua. Seorang anak ketika Belajar Dari Rumah (BDR), maka ia sering banyak makan dan ngemil sementara uang jajannya tetap diberikan. Belum lagi ditambah anggaran untuk membeli kuota internet untuk memfasilitasi kegiatan belajar secara daring/online. 

Dalam sudut pandang lain, berapa banyak pedagang makanan/kantin yang harus tutup atau mengalami penurunan omset penjualan karena penutupan sekolah-sekolah. Ada juga kabar beberapa sekolah swasta memotong honor gurunya sekitar 10 % karena banyaknya tunggakan SPP dari orang tua murid.

Kalau ketersediaan sarana dan penerapan protokol kesehatan menjadi syarat telah dibukanya beberapa objek wisata (walaupun agak sulit menerapkan dan memantau kedisiplinan para wisatawan dalam menjalankannya), maka kesulitan yang sama tidak akan dialami disekolah-sekolah. Kepala Sekolah dengan jajarannya akan mudah mengendalikan penerapan protokol kesehatan terhadap para warga sekolah termasuk guru dan para peserta didik.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline