Manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna, karena telah diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Tidak hanya sempurna dari susunan biologis dan fisiologisnya, namun juga dilengkapi dengan akal pikiran, hati, dan perasaan sehingga membuatnya layak mengemban amanah berat sebagai "Kholifatul fil Ardh".
Dengan kesempurnaan penciptaan tersebut, apakah setiap manusia masih perlu dididik, yang implikasinya setiap orang harus melaksanakan pendidikan dan mendidik diri sendiri.
Permasalahannya, apakah manusia mungkin atau dapat dididik?. Hubungan antara manusia dengan pendidikan diawali dari pertanyaan: "Apakah manusia dapat dididik?, Ataukah manusia dapat tumbuh dan berkembang sendiri menjadi dewasa tanpa perlu dididik?".
Meskipun disadari pengetahuan itu penting, namun masih sering muncul pertanyaan untuk apakah manusia memerlukan pendidikan?, bukankah tanpa pengetahuan manusia juga bisa hidup.
Bagi manusia, kegiatan mengetahui merupakan kegiatan yang secara hakiki melekat pada cara beradanya sebagai manusia.
Baca juga :Perspektif Pendidikan, Keagamaan, dan Sosial Kemasyarakatan
Istilahnya dalam filsafat ilmu "knowing is a mode of being". Secara kodrati manusia memiliki hasrat untuk mengetahui. Ada yang hasratnya besar sehingga upaya pencarian pengetahuan sangat tinggi dan tidak kenal menyerah.
Akan tetapi, ada pula yang hasratnya rendah atau biasa-biasa saja sehingga tidak bermotivasi mencari pengetahuan. Namun demikian, dapat dikatakan bahwa semua manusia punya keinginan untuk tahu.
Dalam arti sempit pengetahuan hanya dimiliki makhluk yang bernama manusia. Memang ada yang berpendapat berdasarkan instingnya, binatang memiliki 'pengetahuan'.
Misalnya, setiap binatang tahu akan ada bahaya yang mengancam dirinya atau ada makanan yang bisa disantap. Seekor harimau tahu persis apakah ada binatang di sekitarnya yang dapat dimangsa atau tidak.
Seekor tikus juga tahu bahwa di sekitarnya ada kucing yang siap menerkam dirinya sehingga berdasarkan instingnya dia segera mencari tempat yang aman.