Tersiarnya berita dua mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI) Cawang- Jakarta Timur, Eliadi Hulu dan Ruben Saputra Hasiholan Nababan, yang menggugat Pasal 107 Ayat (2) dan Pasal 293 Ayat (2) Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ke Mahkamah Konstitusi sebagaimana dilansir oleh kompas.com pada hari Sabtu 11 Januari 2020 membuat sebagian kita -khususnya penulis-baru sadar dan mulai berpikir.
Ada dua hal yang penulis baru sadari, pertama Pasal 107 mewajibkan pengendara sepeda motor menyalakan lampu utama pada "siang hari".
Pasal 107 Ayat (2) UU LLAJ berbunyi,"Pengemudi Sepeda Motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada siang hari.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian Siang adalah waktu antara pagi dengan petang (kira-kira pukul 11.00---14.00).
Dua mahasiswa tersebut melakukan gugatan ke MK disebabkan mereka ditilang karena tidak menyalakan lampu utama pada siang hari sebagaimana bunyi pasal 107 UU LLAJ, sementara mereka merasa bahwa mereka berkendara masih pagi (pukul 9 ).
Sedangkan pengertian siang secara kelaziman adalah setelah matahari mulai bersinar panas sekitar pukul 10 sampai pukul 14. Jadi frase "siang" pada UU LLAJ masih mengandung unsur ketidakjelasan, kapan waktu itu disebut siang, mulai jam berapa? .
Kata atau bahasa yang digunakan dalam hukum harus jelas, tidak membingungkan dan memberikan banyak penafsiran. Selain itu penjelasan atau alasan mengapa lampu sepeda motor harus menyala pada siang hari juga masih dapat diperdebatkan.
Kalau dikatakan untuk keselamatan pengendara agar jelas terlihat dari arah yang berlawanan, mengapa tetap harus dinyalakan pada lajur kendaraan yang hanya satu arah.
Di samping itu menyalakan lampu sepeda motor di siang hari merupakan tindakan tidak ramah lingkungan dan merupakan bentuk pemborosan. Hal ini juga hanya menguntungkan pihak produsen lampu dan turunan-turunannya dan sangat merugikan konsumen.
Selain itu, sebuah kata yang bisa diperdebatkan adalah frase "tidak menyalakan" pada pasal 293 UU LLAJ. Pengalaman yang pernah dialami penulis adalah ketika dihentikan petugas ketika lampu tidak menyala.
Padahal dalam UU LLAJ dikatakan yang bisa ditilang adalah yang tidak menyalakan lampu, sementara penulis menyalakan lampu motor dibuktikan dengan saklar lampu pada posisi ON. Perkara lampunya tidak menyala karena putus itu adalah masalah lain, jadi bukan tidak menyalakan.