Lihat ke Halaman Asli

Ayo Bocorkan UN

Diperbarui: 24 Juni 2015   14:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak sulung saya hari ini memulai ujian nasional. Sehari setelah peringatan hari kartini. Hari yang dibanggakan anak-anak karena nenek moyang mereka dihargai sebagai pahlawan nasional. Meski banyak orang bertanya, mengapa harus Kartini dan bukan Cut Nyak Dien? Mengapa harus seorang wanita tenang yang memberontak dalam tulisan dan bukan seorang wanita perkasa yang memimpin pertempuran? Kartini tetaplah kebanggaan keluarga. Hahahahaha..... Sejujurnya, Kartini adalah pahlawan di atas mereka sejamannya. Ia bahkan pahlwan di atas kontekstual kemerdekaan itu sendiri.

Cita-cita Kartini akan kesetaraan perempuan melampaui serat-serat intelek Marxisme yang kini dijadikan akar teori gender. Perempuan, dimata Kartini, bukan bagian dari perangkat alienasi. Ia bukan bagian dari keterasingan manusia akan kerja. Perempuan dalam pikiran Kartini adalah utuh manusia. Manusia yang dipahaminya berpasangan, menemani laki-laki. Karenanya, struktur sosial yang dibangun oleh laki-laki adalah pengingkaran atas kodrat pasangan.

Sudahlah. Apapun itu. Selamat hari Kartini bagi kaum perempuan Indonesia. Ketika kesetaraan yang menggejolak di hari perempuan Indonesia mulai mengganggu istri saya, persoalan baru mengemuka. Istri saya mengatakan, kesetaraan hanyalah ide. Ia bukan tujuan yang digeluti. Paling tidak, kesetaraan dalam menghadapi ujian nasional. Kesataraan bagi putra sulungku dan putra-putri lainnya. Apa maksudnya?

Dari bisik-bisik orang tua yang mengirim anaknya ke lembaga kursus, diketahui kabar angin bahwa soal ujian nasional sudah diketahui dan dilatih di lembaga-lembaga dimaksud. Kok bisa? Entahlah. Namanya juga angin topan isu. Asal berhembus saja. Tapi rasanya, rasio kita sukar menerima bahwa seorang peserta kursus mengeluarkan uang jutaanrupiah untuk duduk di kelas tambahan dua kali seminggu selama setahun. Uang itu jauh melebihi biaya sekolah formal. Hanya demi sukses ujian tiga empat hari. Tidak ada nilai yang dijual lembaga kursus selain slogan “lulus ujian dengan nilai terbaik” atau “lulus ujian masuk perguruan tinggi terkenal”.

Ya. Begitulah. Ujian beberapa hari telah mengalahkan proses belajar bertahun-tahun. Ujian terlihat lebih penting. Jadi saya mungkin akan mengatakan pada anak saya supaya berhenti saja sekolah dan cukup masuk kursus. Kursus mampu memecahkan persoalan ujiian nasional. Sekolah tidak. Jadi untuk apa para guru disibukan dengan tetek bengek urusan administrasi? Mengapa mereka harus bersusah sekolah, diklat, dan pusing menyusun modul mengajar? Jika semua jerih payah mereka kalah oleh lembaga kursus.....mari kita tutup sekolah kita.

Keluhan istri saya tentang ketidaksetaraan menjadi relevan. Ada anak-anak yang berjuang tiap hari di kelas menggeluti pelajaran, kehilangan waktu bermain demi mengerjakan pekerjaan rumah, dan hilang waktu liburan demi latihan, kalah hanya oleh temannya yang masuk berbagai lembaga kursus. Jadi apa kelebihan lembaga kursus? Kurikulumkah? Pengajarkah? Metodekah? Atau apa?

Jika forum rektor tidak bersuara memprotes ujian nasional, tentu saja bisik-bisik dan rumor bocornya soal UN di lembaga kursus hanya isapan jempol belaka. Tentu saja, ada banyak lembaga kursus yang menyelenggarakan kekursusan dengan metode dan proses yang benar. Tetapi kecurigaan orang tua seperti kami pada lembaga kursus juga bukan tanpa dasar. Banyak kasus. Anak-anak biasa memperoleh nilai UN luar biasa, sementara anak-anak cerdas dan juara kelas gagal di UN. Para juara jadi kecundang? Tidak juga. Ada yang tidak beres dengan UN kita.

Saya tentu saja prihatin dengan rumor semacam ini. Mungkin tidak benar. Tetapi seperti hantu, ia bergentayangan di pintu ujian akhir anak-anak kita. Karenanya, pesan saya untuk anak saya, kamu memang tidak kursus, kamu lolos dari isu kebocoran soal. Tetapi apapun itu, bocorkan UN sekarang hingga empat hari ke depan. Bocorkan dengan semua kemampuanmu. Karena soal yang bocor sama sekali berbeda dengan ujian yang bocor. Jika kamu ingin berprestasi, bocorkan UN, bukan soalnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline