Lihat ke Halaman Asli

Rooy John

Cuma Orang Biasa

Muara (10)

Diperbarui: 16 April 2022   06:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Oh, siang. Tuturkanlah pada puan pembawa pelita. Langit cerlang di atas tak butuh api penerang jalan. Pada jiwa yang rindu akan cahaya. Biarlah raga diam dalam khusuk tapa dan sunyi pitutur. Mati segala hasrat. Membusuk semua ambisi. Sampai telinga mendengar degub detak jantung dan nada bisikan angin.

Pelataran Candi Arjuna tampak terang di bawah kubah langit, saat surya mencapai puncak tirai pagi. Tetapi halimun masih menyelimuti punggung gunung di latar selatan. Embun pun ramai bertahan menggelantung di antara tegak dedaunan cemara. Dingin merasuki pori-pori. Mengundang enggan datang menemani kantuk yang masih tersisa. 

Menik memegang tangan Bu Sri dan membantunya turun dari sisi kiri mobil. Kedua ibu-anak itu kemudian berjalan masuk ke arah loket penjualan tiket. Sementara Guru Bisma melipat kursi tempatnya duduk agar kedua cucunya yang duduk di barisan belakang dapat keluar dan bergabung bersamanya. Guruh dan Suami Menik turun kemudian lalu berjalan mengikuti keluarga mereka.

Di loket masuk, petugas memberikan selembar kain batik putih dengan pola polkadot. Sebenarnya tidak persis pola polkadot. Karena lingkaran yang dibentuk tetap berwarna putih. Hanya karena garis pola berwarna hitam sehingga kesan sepintas seperti polkadot putih hitam.

Menik melilitkan kain batik itu di pinggangnya. Ditautkan kedua ujungnya tepat di perut, kemudian ia berbalik menata kain pinggang Bu Sri. Keduanya lalu menyusuri jalan setapak yang dibangun dari potongan batu pipih. Hydrangea beraneka warna tumbuh di atas rumput memisahkan satu cemara dengan cemara lainnya. Mandala nan indah.  

Tepat di pintu pelataran candi, putra Sulungnya berlari merapat sambil tertawa.

“Bu, rapikan kainku dong….”pintanya.

Menik tersenyum. Dipeluknya putra sulungnya. Kemudian ia menunduk dan merapikan kain pinggang sang putra. Tampak suaminya, ayahnya, adik laki-laki bungsunya dan putrinya melangkah mendekat.

“Oke, udah rapih,”suara Menik menyemangati.

“Makasih, Bu,” sang putra mengecup pipinya.

Menik membiarkan anak laki-lakinya kembali bergabung dengan rombongan ayahnya yang kini melangkah menapaki hamparan pasir dimana berdiri megah candi-candi di kompleks peradaban Arjuna. Orang menyebutnya Candi Arjuna. Namun di sana terdapat juga candi lain.

Candi Semar berdiri berdekatan dengan Candi Arjuna. Nampaknya ia adalah candi perwara, atau pengiring. Kedua candi terletak di utara, terpisah dari tiga candi lain yang berada dalam satu pelataran. Ukiran Kala Kirtimuka - tanpa rahang – menggantung, menjaga pintu masuk kedua candi. Terdapat sebuah Yoni di dalam Candi Arjuna.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline