Setelah melakukan serangkaian penelitian, Bank Indonesia (BI) akhirnya mempersiapkan Rupiah digital. Dalam situs resminya, BI menyebutkan bahwa Rupiah digital merupakan bagian dari Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2025. Rupiah digital bukan merupakan respons atas Cryptocurrency. Tetapi Rupiah digital adalah bagian dari agenda kesepakatan semua bank di dunia sejak mata uang Crypto muncul. Kemunculan mata uang Crypto dari sisi politik ekonomi menunjukan bahwa otoritas negara dan sistem ekonomi internasional atas perdagangan dan transaksi dapat dijeda oleh sistem digitalisasi di tangan aktor non negara.
Mata uang Crypto adalah aset digital yang dirancang untuk transaksi berbasis kriptografi. Kriptografi sendiri adalah tools untuk menjamin keamanan jejaring komputer (cyber security). Kriptografi memungkinkan teks biasa diubah menjadi teks sandi. Pengubahan teks ini disebut scrumbling. Dua dari tiga fungsi dasar alogaritma kriptografi adalah enkripsi dan dekripsi. Enkripsi merupakan proses penyembunyian data pesan dengan mengubah plaintext menjadi ciphertext. Dekripsi merupakan langkah kebalikannya (Adani, 2021). Intinya, kriptografi menjamin pesan yang ditulis pemberi pesan terjaga kerahasiaannya hingga tiba di tangan penerima pesan. Begitu kuatnya sistem kriptografi yang menyokong Crypto memungkinkan aktivitas pembayaran, kontrol unit baru serta verifikasi transfer berlangsung aman.
Saat ini tercatat tidak kurang dari 10.000 mata uang Crypto . Sebut saja Bitcoin. Saat pertama kali muncul di tahun 2008 uang Crypto ini masih dalam desain perangkat lunak. Kini Bitcoin menjadi indikator kekayaan cerlang cemerlang yang paling diburu. Harga 1 koin Bitcoin per Januari 2022 mencapai US$47.700 atau setara Rp.684.478.305 kurs hari ini. Sangat masuk akal jika kemudian para penambang Bitcoin dan mata uang Crypto lainnya berlomba-lomba memiliki aset digital.
Jika terdapat kekhawatiran bahwa di suatu masa otoritas pengaturan keuangan akan berpindah secara masif ke dunia aset digital, maka hal itu cukup beralasan. Meskipun alasan itu sesungguhnya dapat diatasi dengan berbagai langkah mitigasi. Di Indonesia, misalnya, Pasal 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 dengan jelas menyebutkan bahwa mata uang yang berlaku adalah Rupiah. Mengacu pada amanat pasal itu, mata uang Crypto tidaklah diakui sebagai alat pembayaran.
Tantangan Dunia Digital
Tetapi kehidupan manusia, aktivitas, dan peradaban tidak pernah stagnan. Perubahan peradaban yang dihela oleh inovasi digital seakan ombak yang tidak pernah menemui pantai. Ia terus bergulung dan semakin besar. Kompas online 12 September 2021 melaporkan data Kementerian Perdagangan yang menyebutkan jumlah investor aset Crypto di Indonesia mencapai 6,5 juta orang pada Mei 2021. Pada 26 Maret 2022, Kontan online melaporkan bahwa angka itu meningkat menjadi 12,4 juta orang pada bulan Februari 2022.
Fakta ini menjelaskan bahwa para pemburu aset digital tidak akan dapat dibendung. Rupiah masih akan memiliki kekuatan sebagai alat transaksi. Namun dalam hal aset, masyarakat lebih tertarik memiliki mata uang Crypto. Pemetaan masalahnya kemudian disederhanakan menjadi satu kata: digitalisasi. Asumsinya, melalui digitalisasi, Rupiah maupun mata uang lainnya akan memiliki fleksibilitas, baik sebagai alat pembayaran maupun sebagai aset.
Pemerintah secara konsisten memperingatkan masyarakat bahwa mata uang Crypto tidak memiliki underlying aset yang jelas. Karena itu resiko yang dimilikinya tetap tinggi. Jika masyarakat berniat memiliki investasi seperti membeli obligasi atau saham di pasar modal, maka obligasi maupun saham senantiasa ditopang oleh underlying aset. Contoh sederhana, semisal seseorang membeli saham perusahan properti di bursa efek, maka saham itu ditopang oleh aset properti perusahan dimaksud. Selama properti itu ada dan beroperasi serta menghasilkan keuntungan, maka deviden akan diberikan kepada pemegang saham berdasarkan laba bersih yang dibagikan sesuai besaran kepemilikan saham. Properti adalah underlying aset bagi saham. Jika kondisi ekonomi menunjukan gejala kontraksi dan pasar mengalami ancaman, maka properti dimaksud dapat menjadi jaminan. Dalam aset Crypto underlying aset seperti ini tidak dikenal.
Perhitungan nilai mata uang Crypto diatur oleh mekanisme khusus. Bitcoin misalnya sebagai yang terdepan dalam mata uang Crypto menerapkan sistem yang disebut halving. Terkadang juga disebut halvaning. Halving atau halvaning adalah pemotongan reward penambang atau pemilik aset sebesar setengah. Mekanisme ini memang diatur sejak pertama kali Bitcoin diterbitkan.
Para penambang Bitcoin ditantang untuk memecahkan masalah dan tugas matematika yang rumit. Masalah yang dipecahkan akan menghasilkan 64 karakter acak yang disebut hash. Imbalan atas penambang yang berhasil memecahkan masalah adalah perolehan Bitcoin. Pencetus teknologi blockchain -teknologi dasar sistem ini - telah merancang bahwa Bitcoin hanya dapat diproduksi hingga 21 juta secara bertahap.
Pada saat penambang telah mencapai angka 210.000 atau kira-kira 4 tahun, maka reward penambang akan dipotong setengahnya. Setiap 4 tahun, para pemilik Bitcoin akan kehilangan setengah dari reward yang dimilikinya melalui mekanisme halving. Mekanisme yang dirancang Satoshi Nakamoto selaku penemu Bitcoin ini menjadi dasar untuk perhitungan nilai Bitcoin di pasar aset digital. Halving baru akan berhenti jika penambang telah mencapai 21 juta block.