Lihat ke Halaman Asli

Imam Sahroni Darmawan

Pendamping Lokal Desa/ Kemendesa PDTT

Gus Halim Tegaskan NU Berperan Penting dalam Proses Kemerdekaan

Diperbarui: 17 Agustus 2023   16:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar: kemendesa.go.id

KEPULAUAN TALAUD - Peranan strategis Nahdlatul Ulama (NU) sebagai salah satu Organisasi Masyarakat Islam terbesar di dunia dalam perjuangan Kemerdekaan Indonesia telah dijelaskan oleh Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar.

Peran para ulama NU pada masa lalu dalam memberikan dukungan moral, gagasan, dan menggerakkan umat Muslim untuk melawan penjajah telah membuahkan hasil yang signifikan. Bahkan, hingga saat ini, peristiwa 17 Agustus masih diakui sebagai Hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia (RI).

"Dunia ini menyaksikan eksistensi Indonesia berkat peran penting yang dimainkan oleh Nahdlatul Ulama. Fakta sejarah telah membuktikan hal ini, dan tak dapat dipungkiri lagi," ungkap Mendes PDTT, yang lebih dikenal dengan sebutan Gus Halim, dalam Konferensi Cabang pertama PCNU Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara, pada Rabu (16/8/2023).

Gus Halim menegaskan bahwa meskipun Indonesia bukanlah negara Islam, ia adalah negara yang menjunjung tinggi nilai kedamaian.

"Sebelum kemerdekaan Indonesia terwujud, hal ini bagaimana? Karena Nahdlatul Ulama menghargai pluralisme serta mengakui keberagaman. Kami mengerti betul bahwa Indonesia memiliki beragam perbedaan dalam hal agama, suku, dan budaya," jelasnya.

Gus Halim menjelaskan bahwa dalam sejarah perjuangan untuk kemerdekaan, Piagam Jakarta yang pernah menjadi bagian dari naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengalami perubahan signifikan, bahkan terjadi kontroversi antara dua kelompok, yakni kelompok Islam dan kelompok Timur.

Dalam isi Piagam Jakarta, melanjutkan penjelasan Gus Halim, terdapat tujuh kata yang dihapus, yaitu 'Dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.'

Proses penghapusan tujuh kata ini dari Pembukaan UUD 1945 terjadi setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Pada sore hari tanggal 17 Agustus 1945, Mohammad Hatta ditemui oleh Laksamana Maeda, seorang perwira angkatan laut Jepang.

Maeda menyampaikan bahwa para tokoh Indonesia bagian Timur tidak setuju dengan penggunaan kata-kata tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline