Lihat ke Halaman Asli

Pengarang Produktif Pramodeya Ananta Toer

Diperbarui: 23 April 2021   20:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pramodeya dilahiran di blora pada tahun 1925 tepat sekali pada jantung pulau jawa atau bias disebut jawa tengah, sebagai anak sulung dalam keluarganya. Ayahnya yang berprofesi sebagai seorang guru, serta ibunya yang memiliki profesi sebagai penjual nasi. Nama asli Pramoedya adalah Pramoedya Ananta Mastoer, Karena nama keluarga Mastoer (nama ayahnya) dirasakan terlalu aristokratik, ia menghilangkan awalan Jawa "Mas" dari nama tersebut dan menggunakan "Toer" sebagai nama keluarganya. 

Pramoedya sendiri menempuh pendidikan pada Sekolah Kejuruan Radio di Surabaya, lalu kemudian bekerja sebagai juru ketik untuk surat kabar jepang pada masa penjajahan jepang di Jakarta. Disamping profesi beliau sebagai penulis surt kabar jepang ia juga bergabung dalam Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Namun Sayangnya pada tahun 1965 beliau ditangkap pada masa pemerintahan Orde Baru karena dianggap keterlibatan beliau pada Lembaga Kebudyaan Jakarta (Lekra) yang dianggap Komunis. Pada tahun 1979 beliau dibebaskan namun beliau menyandang status tahanan kota.

Pramoedya telah menulis banyak kolom dan artikel pendek yang mengkritik pemerintahan Indonesia terkini. Pramoedya telah menghasilkan lebih dari 50 karya dan diterjemahkan ke dalam lebih dari 42 bahasa asing. Ia menulis buku Perawan Remaja dalam Cengkraman Militer, dokumentasi yang ditulis dalam gaya menyedihkan para wanita Jawa yang dipaksa menjadi wanita penghibur selama masa pendudukan Jepang. Semuanya dibawa ke Pulau Buru di mana mereka mengalami kekerasan seksual, berakhir tinggal di sana dan tidak kembali ke Jawa. Pramoedya membuat perkenalannya saat ia sendiri merupakan tahanan politik di Pulau Buru selama masa 1970-an.  

Beliau sudah banyak menulis buku yang sangat menyentuh dengan tema interaksi atar budaya, antar belanda, kerjaan jawa, dan tionghoa. Beliau banyak menulsikan tentang pengalam yang ia rasakan pada masa perjuanga beliau serta beliau juga banyak menulis dengan tujuan untuk mengekritik pemerintah Indonesia. Ia memperoleh Ramon Magsaysay Award untuk Jurnalisme, Sastra, dan Seni Komunikasi Kreatif 1995. Pertengahan 1950-an, Pramoedya Ananta Toer pernah terjun ke dunia film meskipun singkat. 

Sebagai Contoh film dalam buku karangannya yang saat ini di filmkan yaitu Bumi Manusia. Film Bumi manusia yang diperankan Iqbal Ramadhan, Mawar De Jong, da masih banyak lainnya. Namanya yang sudah tidak asing lagi bagi para penggemar buku membuat buku hasil karya beliau seperti Bumi Manusia, Jejak Langkah, Anak Semua Bangsa, Dan Rumah Kaca. Kemepat karya beliau sendiri memiliki ceirta yang berkesinambungan atau bias disebut tertralogi. Sampai sekrang pun buku tetralogy tersebut memiliki riwayat penjualan yang bias dianggap tetap menjadi langganan hingga tahun ini.

Film Bumi Manusia sendiri yang merupakan hasil karya karangan beliau atau hasil karya tulis beliau menuai kontroversi ketika Iqbal Ramadhan diumumka sebagai pemeran utama dalam film terbseut. Menurut para penikmat buku sendiri karakter dari seorang Iqbal Ramadhan sendiri tidak sesuai dengan pada yang dalam buku bumi manusia sendiri. Namun secara mengejutkan ia dapat memerankan tokoh utama tersebut dengan sangat baik dan menimbulkan banyak pujian.

Pada 27 April 2006, Pram sempat tak sadar diri. Pihak keluarga akhirnya memutuskan membawa dia ke RS Saint Carolus hari itu juga. Pram didiagnosis menderita radang paru-paru, penyakit yang selama ini tidak pernah menjangkitinya, ditambah komplikasi ginjal, jantung, dan diabetes. Pram hanya bertahan tiga hari di rumah sakit. Setelah sadar, dia kembali meminta pulang. Meski permintaan itu tidak direstui dokter, Pram bersikeras ingin pulang. Sabtu 29 April, sekitar pukul 19.00, begitu sampai di rumahnya, kondisinya jauh lebih baik. Meski masih kritis, Pram sudah bisa memiringkan badannya dan menggerak-gerakkan tangannya. 

Kondisinya sempat memburuk lagi pada pukul 20.00. Pram masih dapat tersenyum dan mengepalkan tangan ketika sastrawan Eka Budiantamenjenguknya. Pram juga tertawa saat dibisiki para penggemar yang menjenguknya bahwa Soeharto masih hidup. Kondisi Pram memang sempat membaik, lalu kritis lagi. Pram kemudian sempat mencopot selang infus dan menyatakan bahwa dirinya sudah sembuh. Dia lantas meminta disuapi havermutdan meminta rokok. Tapi, tentu saja permintaan tersebut tidak diluluskan keluarga. Mereka hanya menempelkan batang rokok di mulut Pram tanpa menyulutnya. Kondisi tersebut bertahan hingga pukul 22.00. 

Setelah itu, beberapa kali dia kembali mengalami masa kritis. Pihak keluarga pun memutuskan menggelar tahlilan untuk mendoakan Pram. Pasang surut kondisi Pram tersebut terus berlangsung hingga pukul 02.00. Saat itu, dia menyatakan agar Tuhan segera menjemputnya. "Dorong saja saya," ujarnya. Namun, teman-teman dan kerabat yang menjaga Pram tak lelah memberi semangat hidup. Rumah Pram yang asri tidak hanya dipenuhi anak, cucu, dan cicitnya. Tapi, teman-teman hingga para penggemarnya ikut menunggui Pram.

Kabar meninggalnya Pram sempat tersiar sejak pukul 03.00. Tetangga-tetangga sudah menerima kabar duka tersebut. Namun, pukul 05.00, mereka kembali mendengar bahwa Pram masih hidup. Terakhir, ketika ajal menjemput, Pram sempat mengerang, "Akhiri saja saya. Bakar saya sekarang," katanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline