Entah kapan persisnya musik “orkes” ini masuk ke tanah Siau. Tapi yang pasti saat sekarang pergelaran musik ini menjadi salah satu pengisi acara “wajib” dalam setiap hajatan besar yang digelar. Bahkan ada yang mengklaim bahwa ini merupakan salah satu musik tradisional orang siau. Padahal dari penamaannya saja sudah tidak mencerminkman ciri budaya Siau. Apalagi kalau melihat alat musik yang dimainkan oleh kelompok orkes ini. Ada gitar dan contra bass yang merupakan budaya impor dari negara Latin sana. Lalu ada perkusi yang justru berasal dari budaya negeri padang pasir dan Afrika. Kemudian, seperti yang sering ditampilkan oleh Group Musik Orkes Nafiri Daud – yang merupakan salah satu group musik orkes yang paling populer di Siau- malah melengkapinya dengan Kolintang yang berasal dari Tanah Minahasa, serta Suling. Dan yang lucunya, ketika pada Pergelaran Upacara Adat Tulude yang sering dihelat, orkes ini malah tampil dengan uniform ala western bergaya musik countrynya “koboi”. Lalu dimana, rasa Siaunya?. Memang kalau menyaksikan langsung penampilan musik orkes ala Siau ini, akan membuat kita kagum. Kemahiran pemainnya memadukan musik petik gitar,okulele , contra bass dengan perkusi serta kolintang sungguh dapat membuai telinga. Apalagi ditambah dengan kepiawaian alami suara orang Siau dalam melantunkan lagu, akan membuat kita lupa menanyakan darimana sebenarnya musik orkes ini datang. Sama halnya ketika kita menyasikan penampilan musik bambu. Musik bambu hampir merupakan sebuah ikon yang wajib dikumandangkan pada setiap perhelatan orang Siau, baik dalam acara suka, acara duka, acara resmi, penyamputan tamu, musik ini selalu hadir. Di Pulau Siau sendiri cukup banyak terdapat tumpukan musik bambu (tumpukan = group). Musik bambu ini juga diklaim sebagai musik tradisionalnya orang Siau. Kepiawaian pemainnya mengharmonikan bunyi yang dihasilkan dari tiupan pada bambu tersebut harus diakui sangat tepat untuk membangkitkan mood sesuai dengan lagu yang dibawakannya. Tetapi seperti musik orkes, asal muasal musik bambu yang diakui sebagai musik tradisonal orang Siau ini juga patut dipertanyakan. Karena orang Minahasa juga mengklaim bahwa musik ini adalah milik mereka. Lalu apa alat musik tradisional orang Siau yang benar-benar asli?. Ada yang mengatakan musik bia (dari rumah kerang laut yang berukuran besar). Tapi sayang, sangat langka untuk menikmati musik ini, bahkan hampir dikatakan di Pulau Siau tidak ada lagi kelompok atau orang yang memainkannya. Modernitas memang terlanjur kejam untuk menyingkirkan budaya-budaya lokal. Generasi sekarang lebih memilih untuk menikmati musik instant daripada bersusah payah menyelami keharmonian musik tradisional. Sama halnya yang dialami oleh masamper, sebuah cara menyanyi berkelompok yang sangat indah. Kini, masamper harus berjuang dan bergelut dengan derasnya serbuan musik modern, sehingga Orang Siau lebih enak mendengar masamper dinyanyikan dengan iringan musik yang penuh beat, bahkan cenderung techno daripada menyanyikan ala masamper yang dari asalnya tidak diiringi oleh musik apapun, kecuali keharmonisan pelantun-pelantun nyanyian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H