Lihat ke Halaman Asli

From Jogja With Love (Antara Demokrasi, Monarkhi, dan (Bukan) Anarkhi)

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak ada sistem pemerintahan yang mutlak benar. Sekali lagi TIDAK ADA! Karena sistem adalah 'kompilasi' pikiran2 manusia yang terasah oleh sejarah dan bukanlah turunan dari firman Tuhan. Maka sistem pemerintahan adalah relatif, bisa jadi cocok untuk suatu negara, bisa juga tidak Pun demokrasi. Demokrasi bukanlah agama. Demokrasi tak lebih dari sebuah sistem, sebuah cara. Maka tak perlu taklid buta. Sistem adalah cara, sedangkan tujuan utamanya yg paling penting : Rakyat sejahtera (dalam arti luas) Maka tak peduli apakah sistemnya demokrasi, monrakhi absolut, monarkhi parlementer/konstitusional, otoriter, kekhalifahan atau apapun, yang penting bisa membawa rakyat sejahtera, maka selesai perkara. Dan menurut saya, apa yang dirasakan rakyat jogja dengan sistem yang mereka anut selama ini (mau disebut monarkhi atau bukan), dengan hak keistimewaanya, telah memenuhi rakyat jogja. Maka kenapa harus diutik2 dengan alasan demokrasi?? Sekali lagi, demokrasi bukan dewa, bukan agama Tak perlu dipaksakan keberadaannya. Saya pribadi, jujur, mendingan memilih dipimpin oleh orang yang otoriter tapi cerdas, berani dan mampu mensejahterakan rakyatnya, daripada harus memaksakan demokrasi tapi pemimpinnya clegak cleguk ga tentu arah. (not refer to personal) Saya bukan orang jokja, tapi bagi saya (dan istri) jogja telah menjadi tempat impian bagi kami, selain salatiga. Saya ingat ketika dulu tahun 98, saat kerusuhan besar-besaran dimana2... Saat itu saya tengah bimbingan belajar di Jogja dan ikut konvoi di jalan, begitu pula Sultan Namun saat sore, ketika Sultan memberi saran untuk pulang dan sholat Maghrib, semua orang berduyun2 pulang TANPA KERUSUHAN Padahal saat itu, Jakarta adalah lautan darah dan penjarahan, begitu pula Surakarta. Artinya seorang pemimpin bukan cuma masalah bisa dan terpilih melalui suara terbanyak, tetapi juga punya wibawa yang tak semua orang mampu dan memahami. Sabdo Pandhito Ratu... Sungguh... Dalam tahap ini, berhentilah menghakimi sesuatu yang tidak anda mengerti dan membuat pernyataan kontroversi atas hal yang (sekali lagi) tidak benar2 anda fahami. Karena jika anda hanya faham politik dan belajar literatur, lalu berpikir bahwa anda telah bisa menjadi pemimpin.... maka tidak ada yg bisa anda dapatkan selain 'legalisasi kekuasaan' Terakhir,disaat kondisi Jogja sedang sangat2 berduka, tolong berhenti membuatnya menjadi lebih keruh. Belajar lebih arif menyikapi suasana dalam memberikan pernyataan... atau lebih baik : diam NOTES sedikit catatan singkat ttg sejarah jogja : http://www.facebook.com/photo.php?fbid=464711072443&set=a.53765742443.67897.601337443 sumber : http://sisihitamronitoxid.blogspot.com/




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline