Lihat ke Halaman Asli

Domba dan Cahaya Menuju Tengah Hari

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com



Domba dan Cahaya Menuju Tengah Hari

Oleh: Roniko Pardede, FE Unika St. Thomas SU

Domba kecil ini memulai langkahnya dengan doa

Lantaran Ibunya pernah berkata, “Doa punya kuasa, Nak.”

Lalu angin bertiup memutar-mutar langit

Dan tampaklah sepasang telapak tangan memayunginya

Pula bumi berguncang, pelan

Dan lahir perapian mungil sebagai teman seranjangnya

Waktu berlari sprint

Domba kecil itu kini dewasa

Kakinya kokoh bak Tembok Besar China

Lengannya yang ringkih berevolusi sekeras Galuh

Domba kecil itu kini dewasa

Semakin besar dan luas

Tepinya tak terlihat

Dermaga jauh nun entah dimana

Tetapi …

Ketika sang Surya masih bangun dari ufuk timur

Ketika Merah Putih masih Indonesia

Bulu tak lagi seputih dulu

Bulu tak lagi seindah dulu

Ada lukisan pelangi yang norak di sana

Putih, hitam, coklat, abu-abu, biru lebam, hijau maya-maya, dan merah

Bayangkan!

Kasihan …, domba itu tersesat

Ia kepanasan …, ia kedinginan …

Kasihan …, domba itu galau

Adakah teman yang akan membawanya pulang?

Atau, adakah keluarga yang menanti-nantikan dia?

Kasihan …

Aku ingin bercerita tentang cahaya menuju tengah hari

Sinarnya sungguh tidak biasa, istimewah

Bila diandaikan, ia adalah secercah cahaya di tengah kegelapan

Ia adalah setetes air yang didoakan oleh Elia

Cahaya menuju tengah hari bermata elang

Tatapan jauh ke depan

Melewati gang-gang berliku

Menerobos jalan buntu dengan jalan yang baru

Cahaya menuju tengah hari bersifat agresif

Penuh kreasi, inovasi, dan energi mahatinggi

Duabelas jam satu hari tak lah cukup untuk bercerita

Tak mampu menampung semua isi di dalam tangannya

Duabelas jam satu hari, bukanlah waktu baginya

Sebab, ia tak mampu mewakili sebiji bibit untuk berbuah

Cahaya menuju tengah hari

Bertangan cekatan

Berkaki elegan

Bibir merah-merona

Sempurna …

Tapi … ingatlah ini

Senjata terkuat sekalipun memiliki jeratnya sendiri

Ketika ia tak terkendali

Ketika nurani di injak-injak logika

Nasibnya tak jauh berbeda dengan sang domba

Tersesat … dan kasihan

Komunitas Veritas

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline