Lihat ke Halaman Asli

Roni Aldi

Petani

Teori Psikologi Erick Erickson

Diperbarui: 28 Oktober 2024   12:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS


Erik Erikson adalah seorang psikolog yang dikenal luas karena teorinya tentang perkembangan psikososial yang mencakup delapan tahap kehidupan manusia. Teori Erikson berfokus pada bagaimana individu mengembangkan identitas mereka melalui interaksi sosial dan tantangan-tantangan yang dihadapi sepanjang kehidupan. Ia berpendapat bahwa setiap tahap perkembangan memiliki konflik atau krisis spesifik yang harus diselesaikan untuk mencapai perkembangan psikologis yang sehat.

Berbeda dari teori psikoanalisis Sigmund Freud, yang menitikberatkan pada aspek biologis dan seksual, teori Erikson menekankan faktor sosial dan kultural dalam pembentukan identitas. Dia mengusulkan bahwa perkembangan manusia tidak berhenti di masa remaja, seperti yang dikemukakan Freud, melainkan berlangsung hingga akhir hayat. Ini membuat teori Erikson menjadi salah satu fondasi utama dalam pemahaman perkembangan manusia.

Tahapan-tahapan Perkembangan Psikososial Erikson
Teori Erikson dibagi menjadi delapan tahap, mulai dari bayi hingga usia lanjut. Setiap tahap memiliki konflik yang harus diselesaikan, dan keberhasilan dalam mengatasi konflik tersebut akan memperkuat perkembangan ego seseorang. Berikut adalah ringkasan dari masing-masing tahap.

1. Tahap Kepercayaan vs Ketidakpercayaan (0-18 bulan)
Pada tahap pertama ini, bayi bergantung pada orang-orang di sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya seperti makanan, kasih sayang, dan rasa aman. Apabila pengasuhnya responsif dan dapat diandalkan, bayi akan mengembangkan rasa kepercayaan. Kepercayaan ini menjadi fondasi bagi hubungan sosial dan emosional yang sehat di masa depan. Sebaliknya, apabila kebutuhan bayi tidak terpenuhi, ia akan cenderung merasa tidak aman dan mengembangkan ketidakpercayaan pada dunia di sekitarnya.

2. Tahap Otonomi vs Rasa Malu dan Ragu (1,5-3 tahun)
Pada tahap ini, anak-anak mulai mengeksplorasi lingkungan dan mengembangkan keterampilan mandiri, seperti berjalan dan berbicara. Mereka mulai belajar mengendalikan tubuhnya sendiri, termasuk belajar buang air sendiri. Orang tua yang memberikan dukungan dan kesempatan pada anak untuk mencoba hal-hal baru akan membantu anak mengembangkan otonomi atau kemandirian. Namun, jika orang tua terlalu kritis atau tidak memberikan kebebasan, anak mungkin akan merasa malu dan ragu pada kemampuannya sendiri.

3. Tahap Inisiatif vs Rasa Bersalah (3-5 tahun)
Pada masa ini, anak-anak mulai aktif mengeksplorasi lingkungan dan mengambil inisiatif dalam bermain dan berinteraksi. Jika anak didukung dalam mencoba hal-hal baru dan membuat keputusan, ia akan mengembangkan rasa percaya diri dan inisiatif. Namun, apabila orang tua atau lingkungan sering memberikan kritik yang keras atau melarang inisiatifnya, anak mungkin akan merasa bersalah atas tindakan dan ide-idenya, yang dapat menghambat kreativitas dan rasa ingin tahunya.

4. Tahap Kerajinan vs Rasa Rendah Diri (6-12 tahun)
Ketika memasuki usia sekolah, anak-anak mulai mengembangkan keterampilan dan kompetensi yang lebih kompleks, termasuk keterampilan akademik dan sosial. Apabila anak diberikan kesempatan untuk belajar dan berhasil dalam tugas-tugas sekolah, ia akan merasa bangga dan termotivasi. Namun, jika anak sering mengalami kegagalan atau merasa tidak mampu dibandingkan teman-temannya, ia mungkin akan merasa rendah diri dan tidak kompeten.

5. Tahap Identitas vs Kebingungan Identitas (12-18 tahun)
Tahap ini terjadi pada masa remaja, di mana individu mulai mencari jati diri dan menentukan identitasnya sendiri. Remaja mengeksplorasi berbagai peran, nilai, dan tujuan hidup untuk menemukan siapa diri mereka. Apabila remaja mendapatkan dukungan dan ruang untuk bereksplorasi, mereka akan lebih mudah menemukan identitas yang kuat dan konsisten. Sebaliknya, apabila remaja tidak dapat mengatasi kebingungan identitas, mereka mungkin akan mengalami krisis identitas yang dapat berdampak pada kesejahteraan psikologis di masa dewasa.

6. Tahap Intimasi vs Isolasi (18-40 tahun)
Pada tahap ini, individu memasuki masa dewasa muda dan mulai membentuk hubungan intim dan dekat dengan orang lain. Keberhasilan dalam tahap ini ditandai dengan kemampuan membangun hubungan yang penuh kasih, saling percaya, dan komitmen. Namun, jika individu merasa takut untuk membuka diri atau memiliki keterbatasan dalam membangun hubungan, ia mungkin akan merasa terisolasi dan kesepian.

7. Tahap Generativitas vs Stagnasi (40-65 tahun)
Masa dewasa tengah adalah periode di mana individu mulai memperhatikan kontribusinya kepada masyarakat dan generasi berikutnya. Generativitas mencakup tindakan membimbing generasi yang lebih muda, berkontribusi pada pekerjaan atau komunitas, dan merasa berguna. Jika seseorang merasa tidak produktif atau tidak memberikan kontribusi yang berarti, mereka mungkin merasa stagnan, tidak berkembang, dan merasa kehilangan arah.

8. Tahap Integritas vs Keputusasaan (65 tahun ke atas)
Tahap terakhir dalam teori Erikson adalah masa lanjut usia, di mana individu merefleksikan hidupnya dan menilai apakah mereka telah menjalani kehidupan yang bermakna. Mereka yang merasa puas dengan pencapaian hidupnya akan merasakan integritas, yaitu penerimaan diri dan kebijaksanaan. Sebaliknya, apabila individu merasa menyesal atas pilihan-pilihan hidupnya atau merasa hidupnya tidak bermakna, ia mungkin akan merasa putus asa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline