Lihat ke Halaman Asli

Penuntasan Literasi Baca Tulis Al-Qur'an Melalui Program EIT

Diperbarui: 16 September 2022   01:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Zaman modern menjadi simbol dari kehidupan masyarakat masa kini. Berbagai informasi dari segala lini dapat diakses dengan mudah dan hanya dalam genggaman tangan. Secara langsung, hal ini menuntut kita khususnya para akademisi untuk melek tehadap kemampuan literasi. Budaya literasi dapat membantu bangsa Indonesia melahirkan generasi-generasi unggul dalam berbagai bidang. Dalam proses pendidikan, hal ini disesuaikan dengan zamannya dimana penguasaan literasi adalah media yang efektif dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan wawasan.

Literasi secara luas diartikan sebagai kemampuan berbahasa yang mencakup kemampuan membaca, menulis, menyimak, berbicara serta kemampuan berfikir yang menjadi bagian elemen dari literasi. Sebagai umat muslim, Al-Quran menjadi kitab suci yang dijadikan sumber ajaran utama. Sehingga, kita wajib mengimani, mempelajari, dan mengamalkan isi kandungan Al-Quran. Al-Quran secara etimologi berasal dari bahasa Arab Qara'a yang artinya bacaan atau sesuatu yang dibaca (Tolchah, 2016: 93).

Dalam sejarah Islam, Al-Quran dan literasi saling berhubungan satu sama lain. Surah Al-Alaq yang merupakan wahyu pertama berisi perintah Iqra' yang berati bacalah, dan menjadi dasar lahirnya budaya literasi yaitu kemampuan membaca dan menulis dikalangan umat Islam. Di Indonesia, pembelajaran Al-Quran dapat ditemukan dengan mudah diberbagai tempat dan waktu. Pembelajaran ini dapat ditemukan baik di rumah, madrasah, masjid atau ditempat ilmu yang lain. 

Namun, di sekolah umum atau sekolah yang berstatus sekolah negeri, pembelajaran Al-Quran sangatlah terbatas dalam segi waktu yang rata-rata hanya 3 jam perminggu. Hal ini dapat berimbas terhadap kurangnya kemampuan siswa dalam membaca dan mempelajari Al-Quran serta minimnya kompetensi akhlak atau budi pekerti. Hal tersebut juga terjadi di Sekolah Dasar Negeri 1 Gandulan, sekolah dimana penulis mengabdikan diri.

Kurangnya pengetahuan Al-Quran ini sangat memprihatinkan bagi masa depan siswa, terutama pada pendidikan akhlak yang secara tidak langsung berdampak pula terhadap prestasi belajarnya. Hal ini menjadi salah satu penyebab rendahnya tingkat literasi di Indonesia. Menyikapi berbagai masalah yang ada, salah satu upaya yang dapat mendorong adalah kegiatan literasi Al-Quran dikalangan pelajar yaitu dengan menumbuhkan kesadaran siswa dalam membaca dan mempelajari Al-Quran sebagai pedoman hidup sehingga membimbing siswa dengan pengetahuan akhlak yang berdasar Al-Quran.

Penumbuhan budaya baca dengan meningkatkan iman dan takwa sesuai dengan UUD 1945 pasal 31 ayat 3 yaitu Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang (Perpustakaan Bappenas).

Literasi Al-Quran belakangan ini mulai digalakkan seperti halnya di Sulawesi Selatan, berbagai kegiatan dikaitkan dengan program literasi Al-Quran antara lain adanya workshop literasi Al-Quran oleh Dinas Pendidikan Sulsel (Nurkholis, 2018), adanya kegiatan desiminasi Al-Quran oleh Lajnah Pentashih Al-Quran sebagai penguatan literasi Al-Quran dalam bingkai moderasi beragama (Lajnah Pentashih Al-Quran, 2019) dan kegiatan pelaksanaan program literasi Al-Quran di sekolah-sekolah di Sulawesi Selatan baik sekolah berbasis Islam maupun umum (Kemenag, 2019).

Sebagian siswa SD Negeri 1 Gandulan belum bisa membaca Al-Quran, atau bisa membaca tapi masih terbata-bata, padahal semua siswa beragama Islam. Dengan demikian, menjadi hal yang wajar bila banyak siswa belum menyadari betapa pentingnya Al-Quran sebagai  pedoman hidup. Minimnya jam pembelajaran agama membuat para guru agama berpikir kritis untuk meminimalisir gagap literasi Al-Qur'an pada diri peserta didik. 

Salah satu upaya yang dilakukan para pendidik di lingkungan SD Negeri 1 Gandulan, yaitu dengan menggunakan program EIT (Ekstrakurikuler Islam Terpadu).  Adapun maksud dari program ini adalah menambah jam pembelajaran agama terkhusus dalam literasi baca tulis Al-Quran. Penambahan jam pembelajaran dilakukan diluar jam sekolah, baik dilakukan secara daring atau luring selama pandemi dengan tetap memperhatiakan protokol kesehatan yang ketat.

Program Ekstrakurikuler Islam Terpadu (EIT) secara khusus mendatangkan pendidik dari luar sekolah, yaitu ustad dan ustadzah dari lingkungan setempat yang mempunyai pengetahuan lebih mendalam tentang Al-Quran. Materi yang didapatkan tiap kelas berbeda, disesuaikan dengan standart kemampuan tiap tingkatan. Satu kelas akan mendapatkan program ini setiap dua kali selama seminggu, agar siswa juga tetap mempunyai ruang untuk menyelesaikan tugas yang lain atau tidak merasa terbebani dengan adanya program ini.

Sebagai bahan evaluasi dari program EIT, sekolah telah memberikan buku evaluasi yang akan diisi oleh para ustad dan ustadzah sesuai kemampuan yang dicapai oleh setiap siswa pada setiap pertemuannya, sehingga para pendidik atau orang tua dapat turut serta mengikuti perkembangan anak-anaknya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline