Melihat dan meyaksikan Indonesia dalam berbagai perspektif bidang kehidupan membuat pikiran dan hati kita bertambah pusing dan dongkol. Terutama menjelang pemilu ke 4 pasca reformasi bakal digelar. Belum pesta ditiup dan ditabuh sudah kita disuguhkan lelucon plus dagelan para pemimpin negeri ini. Mulai daftar penyusunan para calon legislatif (caleg) partai berbasis keluarga plus, nepotisme tepatnya. Ini bukan isapan jempol. Saya mendapatkan melalui media face book yang di taburkan seorang jurnalis senior yang turut membidangi lahirnya citizen jurnalis. Dan, berita demikian sudah menyebar dan bukan barang aneh lagi informasi tersebut ditutup-tutupi. Tidak ada rasa malu apalagi disebut budaya malu, sudah tak dianggap lagi. Pembelaan dari para kader pun datang bergantian. Tak ada yang salah dan dipermasalahkan, demikian argumen para pembela dengan serempak memberi penjelasan. Katanya, hal itu sudah melewati proses seleksi yang ketat dan bisa dipertanggung jawabkan, tegas sang ketua perekrutan para caleg tersebut.
Memang, tak ada aneh dan salah apalagi sampai dipermasalahkan soal kader caleg yang berasal dari keluarga plus. Namun, jika hal ini dibiarkan terus. Apalagi reformasi kita sudah melahirkan generasi ke empat pemilu, maka sangat disayangkan serta disesalkan jika praktek-praktek politik hanya menciptakan nepotisme bagi langgengnya kekuasaan.
Khusus bagi Partai Demokrat (PD) pasca lengsernya Anas, kentara dan kentalnya gerbong Cikes (red - keluarga Cikeas Plus) mengangkut orang-orangnya, entah itu yang duduk dikepengurusan PD kongres Bali akhir maret 2013, tanpa Anas diminta pertanggung jawaban sebagaimana lazimnya sebuah kongres apalagi ini kongres partai, dan penyusunan daftar caleg.
Jadi sudah bisa ditebak, bahwa politik itu memaksa nepotisme itu diciptakan. Dan arahnya melanggengkan kekuasaan dengan mengandalkan dana didapuk dari para folower nepotisme yang diciptakan disukai. Sehingga politik itu perjuangan bukan sekedar ungkapan melainkan resiko yang harus dijalani oleh para kader yang tidak disukai lagi.
Berikut ini daftar orang-orang dekat Presiden SBY yang menjadi cale dari Patai Demokrat, (Keluarga Cikeas Plus)
Keluarga SBY:
1. Edhie Baskoro Yudhoyono (Jawa Timur VII), anak;
2. Hartanto Edhie Wibowo (Banten III), adik ipar;
3. Sartono (Jatim III), sepupu;
4. Mexicana Leo Hananto Wibowo (DKI Jakarta III), keponakan SBY;
5. Agus Hermanto (Jawa Tengah I), adik ipar SBY;
6. Putrid Permatasari (Jateng I), keponakan Agus Hermanto;
7. Agung Budi Santoso (Jabar I), keluarga Hadi Utomo, kakak dari Agus Hermanto;
8. Sri Hidayati (Jabar III), adik ipar Agung B Santoso;
9. Drg Lintang Pramesti (Jabar VIII), anak Agus Hermanto;
10. Hj Indri Sulistyowati (NTB), keponakan Hadi Utomo;
11. Decky Hardidjantho (Jateng V), keponakan Hadi Utomo;
12. Nur Cahyo Anggorojati (Jateng VI), anak Hadi Utomo;
13.Dwi Astuti Wulandari (DKI Jakarta I), anak dari Hadi Utomo.
Teman SBY:
1. Darizal Basir (Sumbar I);
2. Cornel Simbolon (DKI Jakarta I);
3. Fadjar Sampurno (DKI Jakarta I);
4. Mayjen (Purn) Syafei Nasution (Jabar X);
5. Ratyono (Jatim VIII);
6. Dikdik Salmijardi (Kalteng I);
7. Syamsul Mappareppa (Sulawesi Selatan II);
8. Azis Ahmadi (Jatim VII).
Teman Ani Yudhoyono:
1. Nurhayani Pane (Jabar II);
2. Nuki Sutarno (Jatim XII);
3. Indrawari Sukardi (Jambi)
Tidak salah juga analis lembaga pooling politik, seperti Lembaga Klimatologi Politik (LKP), yang merilis surveinya pada akhir april 2013, jika pemilu legislatif diselenggarakan pada bulan April 2013, maka Partai Demokrat hanya meraup suara 7,8 persen dari total kursi penghuni senayan, 560. Kurang lebih hanya 48 orang penghuni Senayan dari PD, termasuk 24 orang Keluarga Cikeas plus. Hanya 24 orang Legislator PD yang bukan berasal dari keluarga Cikeas. Namun, sebenarnya 24 orang yang bukan dari keluarga Cikeas, mereka punya benang merah dengan Cikeas.
Tulisan ini tidak mempunyai maksud yang bertendensi tertentu, melainkan hanya mengungkapkan kabar berdasarkan informasi yang didapat dari lembaga-lembaga dna perorangan yang dianggap kredible. Merdeka. (mantan pengurus GMNI Manado)