Lihat ke Halaman Asli

Ronald Wan

TERVERIFIKASI

Pemerhati Ekonomi dan Teknologi

Pak Jokowi, Jangan Lupakan Substitusi Impor

Diperbarui: 28 Oktober 2019   06:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kabinet Indonesia Maju, sumber: KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO

Kabinet termasuk dengan wakil menteri sudah semua dilantik. Sekarang waktunya untuk bekerja, bukan lagi ribut terus. Presiden Jokowi selalu mencoba mendorong peningkatan ekspor. Tapi Pak Jokowi, jangan lupakan substitusi impor.

Ekonomi Dunia 

Akibat perang dagang yang dimulai oleh Donald Trump terhadap China dan negara lain yang sudah berlangsung lebih dari satu tahun. Baca " Perang Dagang A la Donald Trump"

Sekarang ini prospek pertumbuhan ekonomi dunia menurun. Bank dunia per Oktober 2019 memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia akan lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan Juni 2019 yang mencapai 2,6 persen di 2019.

IMF yang telah berkali-kali menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2019. Oktober ini kembali menurunkan proyeksinya menjadi 3 persen, lebih rendah dibandingkan proyeksi Juni 2019 yang mencapai 3,2 persen.

Menurut IMF selain perang dagang, ketegangan geopolitik dan Brexit juga membuat pertumbuhan ekonomi dunia paling buruk sejak krisis keuangan global 2008.

Ekspor

Ketika dunia terutama China dan Amerika Serikat (dua ekonomi terbesar) mengalami pelambatan. Suka atau tidak suka semua negara akan mengalami pelambatan, terkecuali negara yang sangat minimal terhubung dengan ekonomi dunia seperti Korea Utara.

Ekonomi mengalami pelambatan maka konsumsi akan melemah. Sehingga sulit bagi Indonesia untuk bisa meningkatkan ekspor karena permintaan berkurang.

Belum lagi secara nilai juga menurun karena komoditas akan mengalami penurunan harga paling mendalam ketika permintaan melemah.

Usaha untuk membuka pasar baru (negara tujuan ekspor baru) tidaklah salah. Walau saya pesimis akan bisa meningkatkan ekspor secara signifikan. Sekali lagi karena ekspor Indonesia masih lebih berat ke komoditas dibanding hasil manufaktur.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline