Sandiaga Uno dalam debat Cawapres 17 Maret 2019, mengkritisi banyaknya kartu yang dibagikan oleh pasangan Jokowi Amin untuk program-program sosial. Menurut Sandi, kita memiliki kartu, yakni kartu tanda penduduk, kartu kita sudah canggih, ini memiliki teknologi dengan big data, single identity number. Satu kartu mungkin ide yang bagus, tapi programnya?
Ada kesengajaan tulisan ini baru hari ini ditayangkan. Satu minggu telah berlalu sejak debat cawapres dilaksanakan. Pemantauan berita selama satu minggu, tidak ditemukan penjelasan lebih lanjut tentang program yang ingin dijalankan dari Sandi maupun BPN.
Apakah seperti Jakarta yang programnya hanya plus-plus? KJP plus dan KJS plus. Atau hanya ganti nama seperti rumah susun menjadi rumah lapis? Normalisasi sungai menjadi naturalisasi sungai? Tidak masalah konsep naturalisasi sungai, tapi kapan akan dikerjakan? Saya warga Jakarta belum mendengar ada naturalisasi sungai dikerjakan. Malahan sungai ditutupi dengan waring pada Asian Games.
Program Oke Oce yang ingin dibawa di tingkat nasional juga amburadul. Seorang warga kepulauan Seribu, Satimah adalah pengusaha katering yang ikut serta program Oke Oce. Kepada wartawan yang meliput Satimah mengaku sudah menyerahkan berkas-berkas yang disyaratkan dan dijanjikan akan mendapatkan pelatihan serta bantuan modal. Sampai sekarang pelatihan tidak pernah didapatkan. Bantuan modal yang menurut Satimah dijanjikan sebesar 10 juta rupiah juga belum didapatkan.
Padahal Sandiaga Uno pada saat kampanye untuk Pilkada DKI 2017 mengatakan "Selama ini, modal selalu menjadi momok. Kami bisa berikan 15, 20, sampai 300 juta bagi mereka," sesumbar Sandi
"OK OCE itu akan membidik setiap kecamatan bagi pelaku ekonomi baru. Jadi semua punya usaha pelatihan pendampingan modal. UKM juga akan diberikan modal sampai Rp 300 juta," kata Sandi saat kampanye ke wilayah, Bangka, Mampang, Jakarta Selatan, Senin (12/12/2016). (Merdeka.com)
Program "Lainnya"
Teknologi pastilah membutuhkan program atau lebih sering disebut sebagai perangkat lunak. Perangkat lunak membutuhkan perangkat keras sebagai sarana untuk beroperasi dan penyimpanan data.
e-KTP seperti yang sudah diketahui memakan dana sekitar 6 triliun rupiah. Namun dana tersebut dikorupsi masal dan tidak tanggung-tanggung hampir 50 persen atau sekitar 2,3 triliun rupiah.
Eko Fajar Nur Prasetyo seorang ahli chip, mengatakan pada sidang korupsi e-KTP bahwa teknologi chip yang digunakan buatan tahun 1996. Dan hanya memiliki kapasitas penyimpanan 8 kb. Bayangkan, hanya 8 kb, artikel ini saja membutuhkan tempat penyimpanan sekitar 30-an kb tanpa foto. Sedangkan e-KTP harus minimal menyimpan beberapa data seperti rekaman iris mata, sidik jari, data pribadi. Apakah mungkin ditambahkan data lain? Seperti berhak mendapatkan dana PKH, masuk program Indonesia Sehat, Indonesia Pintar, beasiswa dan lainnya?
Teknologi kuno ini juga menurut saya yang menyebabkan mengapa sampai sekarang e-KTP masih harus di fotokopi. Alat pembaca kartu yang beredar umum kemungkinan tidak bisa membaca chip e-KTP sehingga dibutuhkan alat pembaca kartu yang khusus. Karena memang mahal untuk memberikan dukungan kepada teknologi kuno. Seperti Whatsapp yang sudah tidak mendukung Blackberry.
Kedua, bisa saja semua data ini dijalankan di belakang layar alias di server e-KTP sehingga chip hanya berfungsi sebagai tanda pengenal. Mengingat dana e-KTP dikorupsi besar-besaran, saya tidak yakin perangkat keras yang digunakan adalah perangkat keras yang terbaik, sehingga masih memiliki kapasitas serta kemampuan lebih, selain penyimpanan dan pengolahan data penduduk. Ingat, data yang disimpan dan diolah bukan sedikit, penduduk Indonesia berjumlah sekitar 260 juta jiwa.