Lihat ke Halaman Asli

Ronald Wan

TERVERIFIKASI

Pemerhati Ekonomi dan Teknologi

Bagaimana ISIS Memanfaatkan dan Melawan Telegram

Diperbarui: 19 Juli 2017   06:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (http://www.stopfake.org)

Telegram adalah sebuah aplikasi percakapan yang dibuat oleh dua bersaudara Nikolai dan Pavel Durov, diluncurkan pada tahun 2013. Telegram menggunakan teknologi cloud untuk penyimpanan datanya. Dengan teknologi ini sinkronisasi pesan antar gawai tidak lagi mensyaratkan gawai utama harus online, tidak seperti Whatsapp dimana kita tidak akan menerima pesan di komputer jika handphone kita tidak tersambung ke internet.

Telegram dikenal sebagai salah satu aplikasi percakapan yang memiliki tingkat enkripsi yang bagus. Pada February 2016 Telegram mengumumkan bahwa mereka sudah memiliki 100 juta pengguna aktif dengan tambahan pendaftar kurang lebih 350 rb pengguna per hari. Yang menarik adalah pengguna Telegram sudah mencapai 40 juta di Iran. Akun telegram menggunakan nomor telepon dan diverifikasi melalui SMS atau telepon, namun setelah itu pengguna bisa membuang SIM card nomor tersebut namun Telegram masih bisa digunakan.

Telegram sekarang ini bisa digunakan di Smartphone baik yang berbasis Android, IOS, Windows Phone ataupun Ubuntu Touch. Aplikasi ini juga tersedia dalam versi komputer yang menggunakan sistem operasi Windows, MacOS dan Linux.

Pada tahun 2015 Telegram meluncurkan program yang bisa digunakan oleh pihak ketiga untuk membuat Bots. Bots adalah akun Telegram yang dikendalikan oleh program. Bots ini dapat digunakan untuk menjawab pesan, diundang ke dalam sebuah grup atau dapat juga diintegrasikan kedalam sebuah program. Telegram juga mempunyai fitur Channel yang bisa digunakan untuk menyebarkan pesan kepada orang yang berlangganan. Jumlah pelanggan Channel tidak dibatasi.

ISIS banyak menggunakan internet untuk mempropagandakan ideologi dan mencari pengikut. Facebook, Twitter, Youtube adalah beberapa media internet yang digunakan. Pada tahun 2015, ISIS mulai mengalihkan propaganda mereka ke Telegram, setelah mungkin frustasi dengan Twitter yang terus menerus menghapus akun mereka. Pada tahun itu juga Telegram meluncurkan fitur Channel.

Perpindahan ini tentunya bukan tidak diketahui dan ISIS mulai mencoba untuk low profile atau mengurangi perhatian ke mereka pada tahun 2016, setelah beberapa akun resmi mereka dihapus. Tapi di sisi lain operator akun ISIS membuat banyak sekali Channel baru yang merupakan copy dari apa yang ditampilkan di Channel resmi.

Channel tidak resmi ini juga banyak yang ditutup oleh Telegram, untuk melawan ini para operator akun ISIS mendaftar menjadi pengguna atau membuat Channel yang umum dan mencari sebanyak mungkin pengikut sebelum diubah menjadi Channel resmi ISIS. Channel-channel ini terus menyebarkan link untuk bergabung ke Channel ISIS dan mendorong para pendukung untuk membantu menyebarkan cara bergabung ke Channel ISIS.

Beberapa Channel ISIS, yang promosinya dilarang menggunakan media sosial populer, dirancang agar bisa low profile agar tidak ketahuan. Cara ini memungkinkan ISIS untuk menarik banyak pendukung yang bergabung, namun biasanya Channel akan ditutup sebelum mencapai angka 1000 pengikut. Kemungkinan pindah ke Channel yang baru. Namun cara ini cukup efektif untuk melakukan propaganda dan menyampaikan pesan ke pengikut ISIS.

Telegram tidak memungkinkan untuk melakukan pencarian komprehensif terhadap konten publik. Sehingga sulit untuk menentukan berapa banyak konten tentang terorisme yang ada di Telegram. Bulan April 2017 ISIS mengklaim sudah memiliki 100 akun di Telegram. Channel ISIS juga mulai mengajak para pengikutnya untuk menyebarkan konten ISIS ke Twitter dan Facebook.

Pada Desember 2016, Telegram mempromosikan usaha mereka untuk menghapus konten ISIS. Charlie Winter (International Centre for the Study of Radicalisation and Political Violence) mengakui kesuksesan ISIS dalam menggunakan Telegram untuk propaganda. Sayangnya usaha Telegram untuk mengurangi konten ini masih serampangan menurut Charlie.

Rusia sudah mengancam akan memblokir Telegram setelah peristiwa bom di St Petersburg yang menewaskan 15 orang di bulan April 2017. Pelaku pemboman terindikasi menggunakan Telegram untuk melakukan koordinasi. Pavel Durov akhirnya setuju untuk mendaftarkan perusahaannya di Rusia setelah diancam namun tidak bersedia memberikan data pengguna.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline