Saya yakin, mayoritas dari pembaca tulisan ini adalah orang yang beruntung. Memiliki mata yang bisa melihat sehingga bisa membaca tulisan ini dengan mudah. Namun bagi para tunanetra mereka tidak bisa melakukan hal ini tanpa adanya perangkat khusus yang membantu mereka untuk bisa membaca tulisan ini.
Screen Reader adalah sebuah perangkat lunak yang bisa membantu tunanetra untuk bisa membaca tulisan di layar komputer ataupun gawai. Tidak hanya itu, Screen Reader juga bisa digunakan sebagai sarana pendidikan untuk membantu berlatih membaca bagi yang masih buta huruf. Juga bisa membantu orang yang menderita Dyslexia (kesulitan membaca). Terkadang bagi penderita Dyslexia tulisan tampak tidak beraturan di penglihatan mereka.
Cara bekerja perangkat lunak ini adalah dengan mengubah tulisan di layar menjadi ucapan (text to speech). Persis seperti Google Text to Speech yang bisa kita gunakan untuk membaca chating pada saat kita mengemudi. Output dari perangkat lunak ini bisa berupa suara ataupun signal pada alat pembaca braille.
Untuk orang yang buta huruf dengan mendengar dan melihat tulisan akan lebih cepat dalam belajar membaca. Sedangkan bagi penderita Dyslexia akan lebih mudah mengurangi dampak kesulitan dalam membaca dengan mendengar pembacaan tulisan oleh perangkat lunak.
Microsoft Windows sudah menyertakan Microsoft Narrator sejak Windows 2000. Apple menciptakan Voice Over. Android dengan Google Text to Speech. Perangkat lunak Screen Reader yang juga populer dan gratis adalah seperti Orca untuk Unix dan Nonvisual Desktop Access untuk Windows. Sedangkan contoh yang berbayar ada JAWS, Dolphin Supernova, System Access dan Zoom text.
Jika semua perangkat lunak di atas harus diinstall ke komputer, sekarang ini juga mulai berkembang beberapa Screen Reader yang berbasis Web. Tanpa perlu install, seperti Spoken-Web, Readspeaker, Browse Aloud. Hanya sayang kemampuan Web base screen reader belum sebaik screen reader standar. Kelemahan utama Screen Reader adalah belum mampu membaca tulisan yang menjadi satu dengan gambar.
Saya menulis ini disebabkan oleh curhat salah seorang Kompasianer. Kompasianer Latifah Maurinta, yang ternyata adalah seorang tunanetra yang tanpa menggunakan Screen Reader tidak bisa membaca Kompasiana. Maurin, nama panggilan yang disukainya sudah menulis 7 buah buku terlepas dari ketidakmampuannya untuk melihat.
Salut!
Penulis Fiksi ini memiliki target satu hari satu tulisan di Kompasiana. Kemarin Maurin memberi kabar yang mengejutkan bahwa dia akan berhenti menulis di K. Why? Ternyata K baru tidak Screen Reader friendly. Sebelumnya pada saat dua K, baru dan lama masih bisa diakses. Maurin menggunakan K lama untuk menulis dan berinteraksi. Sekarang K lama sudah tidak ada, Maurin sudah tidak bisa lagi menulis dan berinteraksi.
Kehilangan yang sangat besar bagi Kompasiana .
Semoga bisa ditemukan solusi, agar K baru bisa menjadi Screen Reader friendly. Sehingga berharap tidak hanya Maurin, tapi banyak lagi orang yang kurang beruntung bisa menulis dan berinteraksi di Kompasiana.