Lihat ke Halaman Asli

Ronald Wan

TERVERIFIKASI

Pemerhati Ekonomi dan Teknologi

Apakah Perlu Khawatir dengan Tingginya Kurs Dollar?

Diperbarui: 29 April 2017   16:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi USD (Nasdaq.Com)

Ketua Asosiasi Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey, pada saat diminta komentar mengenai kerugian Seven Eleven di Indonesia. Mengatakan bahwa "Daya beli masyarakat sebenarnya tidak turun. Kita tidak turun gaji. UMP (Upah Minimum Provinsi) naik minimal sebesar inflasi plus pertumbuhan ekonomi, jadi kira-kira 8 persen. Tapi yang terjadi adalah sentimen masyarakat yang mengubah perilaku konsumsi, kebiasaan membeli, behavior berbelanja, akhirnya mengurangi atau menunda pembelanjaan," kata Roy saat ditemui di Gedung BPS, Jakarta, Kamis (26/4/2017).

"Secara makro ekonomi kita bagus. Rasio gini turun, kemiskinan turun, ease of doing business makin mudah, inflasi terjaga, apa yang terjadi? Mikronya yang jelek, ada faktor intangible, tidak bisa diukur dengan statistik. Faktor intangible itu yang disebut sentimen. Misalnya sentimen terhadap kegaduhan politik. Itu membuat masyarakat memilih untuk lebih baik menabung, mengalihkan uang yang biasanya dikonsumsi dengan aset seperti emas," jelas Roy. Sumber

Saya sepakat dengan Roy, bahwa sebenarnya daya beli masyarakat sebenarnya tidak turun. Khusus untuk masyarakat menengah ke atas. Pertumbuhan ekonomi Indonesia, sekitar 50% nya disumbang oleh belanja masyarakat, dengan menahan belanja dan menyimpannya maka ekonomi tidak bertumbuh secepat yang diinginkan pemerintah.

Dok pribadi

Terlihat dari grafik di atas, adanya peningkatan yang cukup tinggi jumlah simpanan perorangan di bank.  Kalau dibandingkan tahun 2015 dan 2017, terjadi peningkatan yang cukup signifikan dari 2,365 triliun menjadi 2,700 triliun.

Selain dari data simpanan uang di bank, tidak terjadi penurunan signifikan penjualan mobil. Juga mencerminkan bahwa masyarakat menengah atas tetap memiliki penghasilan yang baik. Namun cenderung menyimpan uangnya, tidak berbelanja seperti biasanya.

Faktor politik yang panas, pilkada DKI yang menyebabkan demo berjilid memang menyebabkan masyarakat khawatir. Apalagi trauma kerusuhan 1998 masih belum terhapus. Masih takutnya masyarakat menengah keatas untuk jor-jor an belanja juga disebabkan oleh masalah ekonomi global yang belum sepenuhnya pulih ditambah dengan makin populernya kata-kata "First" seperti "American First". Yang bisa menyebabkan semakin lama pulihnya perdagangan global.

Menurut pendapat saya faktor-faktor di atas hanyalah faktor minor. Penyebab utama masyarakat enggan berbelanja adalah tingginya kurs dollar Amerika Serikat. Mengapa? Karena ada faktor psikologis bahwa jika kurs dollar lebih dari Rp. 10,000,- per 1 USD, maka perekonomian Indonesia buruk.

Apakah kita harus khawatir dengan kurs dollar yang tinggi?

Harga

Harga barang sekarang ini sudah mencerminkan kurs dollar sekarang. Artinya selama kurs dollar tidak bergejolak, harga tidak akan naik secara tiba-tiba. Tidak seperti tahun 1998, kurs dollar yang melonjak sangat tinggi sehingga menyebabkan harga juga melonjak tinggi.

Eksportir

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline