Lihat ke Halaman Asli

Cara Gratis Bertualang ke Luar Negri

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kejadian itu terjadi tujuh tahun yang lalu! Malam itu masih tergambar jelas dalam pikiranku. Kami bertiga duduk di meja makan sang tuan rumah, Bpk Wisran Hadi, seorang sastrawan kenamaan dari Sumatera Barat. Saat itu aku dan sahabatku yang merupakan keponakan dari shahibul bait alias empunya rumah tengah berbincang-bincang mengenai asyiknya jalan-jalan keluar negri.

Ketika itu aku belum pernah sekalipun bertamasya ke luar negri, kendati lokasi perbincangan kami adalah di Kuala Lumpur, negri jiran dimana kami menuntut ilmu. Sahabat ku itu baru pulang dari Hong Kong. Sebelumnya ia pernah ke Singapore, Thailand dan sewaktu SMP pernah diajak oleh orang tuanya menunaikan Umrah di Tanah Suci Mekkah.

"Kalau mau jalan-jalan secara pintar bukan seperti itu cara nya" Kata Pak Uo Wis, begitu cara sahabatku memanggil paman nya. "Jadilah kamu seorang ahli. Maka akan banyak orang yang mengundangmu pergi ke luar negri untuk membagi pengetahuan mu. Dan saat itulah, jalan-jalan akan terasa enak, karena tak sepersenpun uang kau keluarkan untuk membeli tiket mu itu" Kurang lebih begitu kata Pak Uo mengomentari perjalanan ponakannya beberapa yang menggunakan kesempatan tiket murah Air Asia.

Itu adalah kali ke dua seseorang menyarankan ku untuk menjadi seorang ahli. Sebelumnya, seorang mantan guru bimbingan belajar ku menyarankan aku betul-betul serius untuk kuliah. Ketika itu, aku menyambanginya untuk memohon pamit sebelum aku berangkat untuk melanjutkan S2 ke Malaysia.

"Aku suka sekolah Bang Wel" kataku. "Tapi aku tak suka belajar" lanjutku lagi sembari tertawa. Memang aku suka sesuatu yang baru dan bertemu dengan orang banyak; sesuatu yang bisa didapatkan di dunia sekolahan. Tapi berpikir terlalu serius bukanlah sesuatu yang menyenangkan.

"Jangan begitu" Kata Bang Wel. "Mumpung ada kesempatan, maka jadilah ahli dibidang yang kamu geluti" sarannya lagi.

Sebenarnya aku tak begitu memperhatikan saran kedua tokoh panutan itu. Tapi entah kenapa setelah perkuliahan dimulai, belajar menjadi sangat menyenangkan. Mungkin karena pada level master mahasiswa fokus pada satu bidang tertentu. Saat itu bidang yang kugeluti adalah bidang keuangan. Sebagai orang minang, aku tentu sangat tertarik sekali dengan uang sehingga pelajaran yang diberikan oleh dosen-dosen ku sepertinya tidak pernah membosankan. Situasi belajar ini berbeda dengan kondisi-kondisi sebelumnya saat TK, SD, SMP, SMA dan S1, dimana aku belajar karena orang lain belajar, dan aku sekolah karena orang lain sekolah. Tapi saat itu aku belajar karena aku mau, dan aku belajar karena aku suka.

Tanpa disadari waktupun berlalu. Sudah hampir dua tahun dan aku pun telah menyelesaikan master ku. Setelah itu aku langsung mendafar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya, di bidang yang sama: keuangan, kendati memiliki masalah keuangan! Sponshorship orang tua telah diputus karena begitulah perjanjian yang harus dijalani setelah menikah.

Jika dihitung-hitung, pada semester penghujung program master dan pada semester awal program S3, rasanya cukup banyak tulisan-tulisan akademis ku yang di terima di konferensi internasional. Aku menghadiri conference di Kuala Lumpur dan juga di negri sendiri di Jakarta. Begitupun di ranah Sultan Hassanal Bolkiah di Brunei dan juga mengunjungi tanjung Harapan di Cape Town Afrika Selatan. Hanya  kesempatan ke Lebanon yang tak kuambil karena dilarang oleh keluarga, dan ke Thailand yang gagal di bandara karena di cekal di imigrasi, kelupaan memperpanjang visa.

Kesempatan jalan-jalan berikutnya kudapat ketika bergabung dengan IFSB: the Islamic Financial Services Board. Ini adalah oraganisasi internasional yang merupakan asosiasi-asosiasi bank sentral dan pembuat kebijakan untuk keuangan syariah. Bersama IFSB, aku telah menjejakan kaki di 4 benua: Asia, Afrika, Eropa dan Amerika. Alhamdulillah.

Mungkin aku belum menjadi seorang ahli seperti yang dianjurkan oleh Pak Uo Wis. Tapi dalam proses menjadi ahli seperti yang ia sarankan itu pun Allah telah memberikan sesuatu yang bahkan dulu pun tak sempat aku impikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline