Lihat ke Halaman Asli

Ibu: Cinta nan Tak Pernah Renta

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Mengingatmu.
Tak lah cukup otakku menyimpan kenangan kita. Begitu jamak episode-episode indah yang terekam. Hanya keindahan. Itu yang ku dapat.

Mengenangmu. Habislah ribuan potongan ingatanku. Membawaku ke haribaan. Hanya kelembutan. Itu yang ku rasa.

Menuliskanmu. Tak lah cukup ranting-ranting tua menjadi pena. Habislah hujan menjelma tinta. Hanya sketsa mutu manikam. Dan ratunya adalah engkau.

***

Sepagi itu kau telah beranjak. Memanjaku dengan sentuhan hangat. Melayani seseorang yang kau anggap junjunganmu.
Sepagi itu kau telah berbenah. Menyapaku lembut. Membisiki ku lembaran-lembaran hikmah. Petuah-petuah kebaikan.
Sepagi itu kau meninggalkan kenyenyakan malam. Berganti bau dan debu. Membuat kegaduhan yang begitu harmoni di pagi hari.

Dapat ku rasa. Lembut tanganmu. Membelai beluk-beluk jiwaku. Manis senyum dari bibir tak bergincu. Meredam semua bara. Hangat pelukanmu, tak ingin ku melepas. Inginku merasai harum keringatmu. Keringat untuk ku, katamu waktu itu.

Mengingatmu,duhai Cinta. Tertahan desakan air di pelupuk.
Mengingat tentang aku. Aku yang: sering mengabaikan titahmu. Aku yang:sering membuat luka di hatimu. Aku yang:sering menghilangkan gurat senyummu. Tanpa penyesalan. Aku yang:mungkin telah durhaka.

Mengenangmu,duhai kasih. Kasihmu tiada terperi. Kasihku sering basi. Dan aku yang tak sempat,kadang terlupa untuk sekadar menyebutmu dalam sujudku.
Sedang dirimu:tiap helai nafasmu adalah do'a untukku.Tiap jejak kaki adalah tapak-tapak cinta untukku. Tiap pejam di harimu, adalah cinta tak putus-putus untukku.

Kini. Di harimu yang renta. Di usiamu tak lagi pagi. Kerut di wajahmu. Putih di rambutmu. Bungkuk di langkahmu. Tak bisa ku mengulurkan tangan,tuk sekadar membopong tubuh kurus itu. Terlaknatnya aku.!

Garis-garis tua itu mengguratkan ribuan beban, yg sebenarnya tak sanggup kau pikul sendiri: Menjaga kami. Katamu adalah amanah ilahi. Duhai, rindunya aku. Rindu nan bertalu. Memalu rasa di relung jiwa.

Dan aku hanyalah seorang yang begitu jauh dari bakti. Inginku menemanimu melalui sisa hari. Persis: Seperti dulu kau perbuat untukku.
Aku hanyalah pencundang yang takkan pernah bisa membalas semua. Pengorbanan yang tiada tara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline