Lihat ke Halaman Asli

Ronald Dust

Seniman Musik dan Jurnalis

Ideologi Kopi

Diperbarui: 31 Maret 2019   04:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Photo by Nathan Dumlao on Unsplash

Aku dikubur dalam tanah, dikerjakan tangan-tangan kasar, diasapi uap panas dan terombang-ambing, lalu disekap kembali di padatnya karung-karung kotor.

Hidupku berawal dari kesusahan dan penderitaan, mereka menjajah hidupku, bak para pahlawan yang berkorban, aku dipuji karena bertahan.

Seperti bangsa-bangsa terjajah yang merdeka, aku harus mempertahankan pencapaian, perjalanan sudah terlampau jauh, tak mungkin aku berhenti di sini.

Mereka masih harus mencacah aku, mengurai tubuhku menjadi sebanyak pasir Sahara, pedang mereka menebas, aku hampir menguap seperti awan.

Jika hanya aku, aku hanya tipisnya debu yang melayang di udara, seperti bangsa yang hancur berkeping karena terpecah, tetapi aku segera bersatu kembali dengan yang lain.

Mereka menenggelamkan tubuhku ke dalam lautan panas, tapi itu malah mengobarkan semangat jiwaku, begitu kuat pancaran kekuatannnya, hingga mereka terpana mencium aromaku.

Aku semakin sempurna!

Aku tak bertuhan, tetapi semua agama menyertai aku, mereka tak mengatakan aku dosa, mereka memuja Pencipta mereka atas diriku.

Tak ada sejarah perang karena aku, mereka yang berselisih menghargai pendapatku, ambisi menguasai luluh menjadi diplomasi persatuan, setiap kali berbicara denganku.

Aku memang hitam, akupun bisa menjadi putih, aku adalah campuran rasa, dan semua bulu menikmati aku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline