Pendahuluan :
Didalam Ekklesiologi, terdapat beberapa pertanyaan strategis, bagaimanakah sebaiknya pengaturan sistem pemerintahan gereja pada zaman sekarang ini ? Perlukah gereja memiliki Gembala yang memimpin jemaat ? Kalau perlu bagaimanakah cara pengaturan batasan otoritasnya? Berbagai pertanyaan diatas adalah sebagian pertanyaan-pertanyaan penting didalam Penataan Gereja karena kekurang tepatan pengaturan termasuk sistem dan batasan wewenangnya akan menghambat pelayanan gereja didalam dunia.
Salah satu jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah pentingnya peranan Sistem Pemerintahan Gereja. Sebagaimana dimaklumi didalam sepanjang sejarah gereja, secara sederhananya, dikenal tiga model Sistem Pemerintahan Utama gereja yaitu : 1. Episkopal, 2. Presbyterian, 3. Kongregasi.
1. Model Episkopal
Model Episkopal ini disebut juga dengan model hierarkis. Dari namanya, sebutan nama model ini berasal dari kata Yunani "episkopos", yang artinya adalah "pengawas" (Uskup). Istilah Uskup ini memiliki arti dan fungsi yang sama dengan kata "Bishop". Dalam model ini, para pejabat gereja pengawas (uskup) memiliki keuskupan, dan memiliki wewenang memutuskan siapa yang akan menjadi Pemimpin tertinggi gereja, yang menganut Sistem Episkopal.
Contoh gereja yang menganut sistem Pemerintahan seperti ini antara lain, Gereja Katolik Roma (Paus) atau Gereja Ortodoks (Metropolitan) yang memerintah atau membawahi para uskup dari berbagai keuskupan. Selain Gereja Roma Katholik dan Gereja Ortodoks, di banyak Negara, model Episkopal ini diterapkan pula oleh gereja-gereja Episkopal, Anglikan, Katolik, Ortodoks, dan Methodis. Adapun bentuk yang paling sederhana dari pemerintahan episkopal dipakai oleh gereja-gereja Methodist sedangkan penggunaan sistem Pemerintahan gereja episkopal yang masih terus berkembang, terdapat didalam gereja Anglikan (Inggris), gereja Anglikan di USA dan di gereja Katolik Roma yang struktur organisasinya memiliki sistem hierarki yang paling lengkap.
a. Dasar Alkitab
Meskipun banyak argumentasi yang berusaha menjelaskan bahwa sistem Pemerintahan gereja episkopal ini sudah ada sejak zaman gereja mula-mula di Yerusalem, namun tidak ada penyebutannya secara eksplisit didalam Alkitab Perjanjian Baru. Namun demikian, para pendukung pandangan ini bertahan bahwa secara eksplisit sistem itu tidak pernah juga dilarang didalam Perjanjian Baru.
Wewenang didalam Kepemimpinan episkopal didasarkan pada otoritas kerasulan - dimana para rasul memiliki otoritas untuk memerintahkan gereja-gereja lokal melaksanakan apa yang harus dilakukan. Misalnya, rasul Paulus memerintahkan gereja Korintus untuk mengeluarkan dari gereja Korintus, seorang anggotanya karena jatuh didalam dosa dan tidak mau bertobat (1 Kor. 5: 3-5).
Dia menulis, "Demi nama Tuhan aku minta dengan sangat kepadamu, supaya surat ini dibacakan kepada semua saudara". (1 Tes. 5:27), dan "Hal-hal yang aku katakana kepadamu adalah Perintah Tuhan" (1Korintus 14:37). Perhatikan bahwa Paulus merasa bahwa dia memiliki otoritas komando, dan dia tidak merasa bahwa dia perlu mengumpulkan suara mayoritas untuk membuat keputusan ini.
b. Kelebihan Model Episkopal