Lihat ke Halaman Asli

Ospek Humanis yang Dirindukan

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Romza

OSPEK Humanis Yang Dirindukan

Oleh : Romza

“Kalau Fikri Dolasmantya Surya nanti terbukti dianiaya seniornya hingga mengakibatkan dia tewas, tentu panitia Ospek di Jurusan Planologi Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang layak diberi cap tolol.” (Jawa Pos, Jati Diri 14/12/2013). Perhatian Jawa Pos yang direpresentasikan dalam kolom jati diri tersebut perlu di apresiasi. Redaksi dalam tulisan tersebut berharap kekerasan dalam pendidikan terlebih yang sering terjadi di Ospek jangan lagi ditolerir untuk pelakunya.

Sangat miris melihat peristiwa tersebut. Entah nanti akan terbukti atau tidak adanya tindakan kekerasan tersebut. Yang jelas saat ini pendidikan Indonesia telah tercoreng. Apalagi indikasi kekerasan terhadap mahasiswa baru ini, seperti yang diberitakan berbagai media baik cetak maupun elektronik. Sudah diakui oleh Wakil Rektor I ITN Malang Wayan Mundra, dengan adanya pernyataan saksi dan foto-foto yang menjadi barang bukti.

Tindakan menonaktifkan ketua jurusan dan pemberian skorsing kepada panitia Ospek oleh pihak rektorat ITN Malang. Kesaksian Mariyono warga sekitar Goa China, Sumbermajing Wetan, Kabupaten Malang yang menjadi tempat kegiatan Ospek. Saat diwawancarai salah satu wartawan stasiun televisi mengatakan bahwa korban tewas (Fikri) dianiaya seniornya karena membuang sisa nasi. Menambah keyakinan kita bahwa memang kekerasan dalam Ospek itu benar adanya. Respon pihak rektorat dapat dianalogikan dengan orang sakit minum obat sesuai saran dokter, karena tahu dan yakin bahwa ada penyakit dalam dirinya. Kesalahan ketua jurusan dan panitia Ospek diakui sebagai penyakit bagi kampus. Sehingga kampus harus diobati dengan langkah penonaktifan dan penskrorsingan oleh rektorat.

Penyebab Kekerasan dalam Ospek

Kekerasan dalam bentuk apapun tidak terkecuali Ospek pasti ada penyebabnya. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya tindak kekerasan ketika Ospek. Paulus Wirutomo (2007), Guru Besar Sosiologi UI, menyebutkan bahwa kekerasan dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Ada yang bersifat individual, kultural, dan juga struktural.

Kekerasan Individual merupakan bentuk tindakan kekerasan yang dilakukan oleh individu satu terhadap individu lain. Dalam kekerasan ini, umumnya dilakukan oleh mahasiswa senior terhadap mahasiswa baru. Mahasiswa senior merasa mempunyai wewenang di kampus karena lebih tua, sehingga bebas bertindak terhadap adik-adiknya. Berbeda dengan kekerasan individual, Bentuk kekerasan Kultural biasanya dilakukan oleh sekelompok mahasiswa terhadap kelompok lain. Diakui atau tindak, masih banyak mahasiswa yang sering bertindak anarkis. Pasalnya, bentrok antar mahasiswa dilatarbelakangi oleh perbedaan ideologi (organisasi). Sedangkan kekerasan Struktural yang banyak terjadi pada saat Ospek. Seperti halnya perpeloncoan. Kekerasan ini terjadi karena kampus memberikan kesempatan dan wewenang kepada senior melakukan kegiatan atau tindakan apa saja hingga bisa kelewatan pada tindakan kekerasan atas yuniornya. Selain itu, kekerasan struktural umumnya juga menjadi peluang balas dendam senior. Sebab, dulu ketika senior menjadi peserta Ospek (yunior), mereka juga diperlakukan tidak enak oleh senior sebelumnya. Akibatnya, mereka memanfaatkan Ospek sebagai ajang untuk melampiaskan dendamnya. Dengan cara menghabisi yuinor secara membabi buta tanpa rasa kemanusiaan. Inilah yang menyebabkan kekerasan strutural masih terjadi hingga saat ini. Bahkan seperti yang dialami Fikri.

Budaya tidak berkemanusiaan dalam Ospek seperti kejadian diatas. dapat diasumsikan oleh masyarakat bahwa Ospek itu kriminalitas, anarkisme, intimidasi, marjinalisasi dan tindak kekerasan lainnya yang menakutkan. Ini tidak layak tersirat dalam sistem pendidikan. Sesuai tujuan pendidikan nasional dalam undang-undang dasar tidak lain hanya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Ospek yang merupakan bagian dari kegiatan pendidikan sepantasnyalah mendukung tujuan pendidikan nasional.

Dalam hal ini, tujuan utama Ospek pada umumnya merupakan kegiatan untuk memperkenalkan sistem pendidikan, kelembagaan dan budaya kampus. Tentunya setiap kampus beranekaragam dalam merangkai kegiatan Ospek. Yang tidak lain dipasrahkan kepada mahasiswa senior. Biasanya aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa atau Dewan Eksekutif Mahasiswa. Sebagai organisasi intra kampus yang berwenang melaksankan kegiatan kemahasiswaan dibawah koordinasi birokrasi kampus.

Ospek Yang Dirindukan

Mengapa praktik atau tindak kekerasan dalam Ospek masih terjadi? Mungkin pelaksana kegiatan ini masih belum sadar atau pura-pura tidak tahu bahwa Ospek tidak boleh keluar dari nilai Edukatif, Humanis, dan Religius. Sehingga, tindakan kekerasan yang sudah diasumsikan kriminalitas, anarkisme, intimidasi, marjinalisasi dan militerisasi. Berubah menjadi Ospek yang dirindukan oleh mahasiswa alumni paserta Ospek.

Ospek yang edukatif akan selalu menjunjung tinggi nilai pendidikan. Dan terus mengarahkan bahwa kegiatan Ospek adalah untuk mendidik, membimbing dan membina mahasiswa baru. Dalam mengenal sistem pendidikan yang diterapkan kampus. Mengenal budaya yang ada di kampus. Serta mengenal kelembagaan yang terdapat di kampus. Jadi, rangkaian/bentuk-bentuk kegiatan yang hanya bersifat hedonis, formalitas-seremonial, dan mengarah pada tindakan kekerasan harus ditiadakan. Sementara Ospek juga jangan sampai meninggalkan nilai Humanis agar terhindar dari kegiatan seperti militerisasi yang memaksakan peserta (yunior) agar mempraktikkan kebiasaan tentara atau polisi walaupun secara fisik mereka tidak kuat. Alasan yang sering dilontarkan oleh senior (panitia) adalah untuk menata mental peserta. Padahal, secara substansial hal itu justru ‘menyakiti’ peserta. Selain itu, Ospek juga jangan sampai melupakan nilai religius. Seringkali kegiatan Ospek itu Overleap, sehingga kurang memberikan kesempatan peserta untuk melaksanakan aktifitas ibadah yang menjadi kebutuhan setiap individu. Selain itu, kadangkala menghalalkan peserta laki-laki bahkan diperintah menggoda peserta perempuan. Dalam hal ini, jelas melanggar norma setiap agama yang mengharamkan umatnya melakukan tindakan maksiat.

Dengan memegang teguh nilai-nilai tersebut, maka Ospek yang disinyalir menakutkan karena tindakan kekerasan. Maka dengan sendirinya akan berubah menjadi Ospek yang dirindukan karena menjadi keindahan dalam bingkai kebersamaan antara peserta dengan peserta maupun peserta dengan panitia. Sehingga terjalin keluarga mahasiswa yang harmonis. dan tidak terjadi lagi tindakan kekerasan di Ospek di kampus-kampus di Indonesia. (Semoga*) .



IDENTITAS PENULIS

Romza, Presiden Mahasiswa BEM STIT-UW Jombang, Aktivis Anti Kekerasan di Lingkar Mahasiswa Pembebasan (LMP) Jombang.

Alamat : Jl. Urip Sumoharjo No. 40 Tugu Utara Gg.II Jombang. (HP. 0878-5763-8273). Rekening BRI Unit Veteran Jombang Nomor : 3657-01-000866-50-1 atas nama Romza.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline