Lihat ke Halaman Asli

Tidak Malu (Belajar) Menari Tradisional

Diperbarui: 24 Juni 2015   04:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13862350081789338938

Saya laki-laki, menjelang 40 tahun, bukan penari profesional. Tetapi saya pernah belajar dan menarikan tarian tradisional, sekira 30 tahun lalu.

Sewaktu duduk di kelas dua SD, saya bersama beberapa teman ditunjuk untuk belajar menari. Penunjukkan itu, baru saya tahu kemudian, adalah seleksi untuk mencari duta seni yang akan mewakili kecamatan kami dalam kegiatan lomba PORSENI (Pekan Olah Raga dan Seni) SD di kabupaten kami.

Selama sepekan, saya bersama sekitar 200an siswa wakil dari SD-SD dalam satu kecamatan, dari pagi sampai siang, berbaris di lapangan mengikuti gerakan-gerakan instruktur untuk bisa menguasai tari Jaranan (Kuda Lumping). Dari jumlah awal, akhirnya terpilih 20 siswa (termasuk saya) untuk mengikuti pemusatan latihan di aula kantor Depdikbud kecamatan.

Dalam tahap ini, kami berlatih dalam kelompok yang akan membawakan tari Jaranan, penggalan dari cerita Raden Klana Sewandono.  Kami harus menguasai berbagai tariantradisional sesuai karakter yang ada dalam fragmen cerita tadi. Ada barong, ada Bujang Ganong, ada juga karakter prajurit berkudanya. Sampai akhirnya pelatih menetapkan siapa yang cocok untuk satu karakter bagi kami semua. Sesudah itulah, kami giat berlatih selama  2 pekan lebih.

Bagi bocah laki-laki usia 8 tahunan, waktu itu, awalnya saya risih juga berlatih tariantradisional. Malu sama teman-teman sekelas, terutama yang laki-laki. Cah lanang kok njoged, Anak laki-laki kok menari, begitu olok-olok mereka. Maklum lokasi kami berlatih tidak terlalu jauh dari sekolah kami. Setiap jam pulang sekolah, teman-teman sekelas saya pasti melewati aula tempat kami menari. Saya sendiri berpikiran, biarlah. Paling tidak dengan bergabung dalam tim PORSENI ini, saya bisa off dari pelajaran rutin di sekolah selama hamper 3 pekan, dapat kenalan dari SD-SD lain, dan yang menyenangkan adalah kami dapat jatah nasi kotak tiap hari. He…he…he…he…perbaikan gizi.

Sampai akhirnya waktu tampil tiba. Deg degan. Panggungnya di Pendopo Kabupaten Kediri. Ini pertama kali saya dirias, pakai kostum penari Jaranan, harus menari di depan pak Bupati dan orang sedemikian banyak. Grogi, Boss. Tetapi syukurlah, kami semua bisa tampil lepas, minim kesalahan,  dan jadi juara 2.

Dari yang semula malu berlatih tariantradisional, saya bisa menjadi bangga karena bisa jadi juara. Sesudah event PORSENI tadi, saya akhirnya diajak bergabung dengan sanggar tari. Di sini saya juga asyik-asyik saja berlatih menari, meski saya adalah satu-satunya anak laki-laki yang bergabung di sanggar tari tersebut. Dulu saya bisa menarikan tari Remo Jawa Timuran, Klana bahkan tari Golek. Sampai kelas 5 SD saya masih aktif menari tariantradisional. Tanggapan? Saya sering diminta tampil menari di berbagai acara. Honor? Ah….ga pake honor. Dapat nasi kotak saja sudah seneng. Meski bukan keliling dunia, dengan menari tariantradisional, saya bisa keliling beberapa kecamatan di Kabupaten Kediri. Saya membayangkan kalau sampai saat ini saya tekun menari, bersama Indonesia Travelsaya bisa keliling Indonesia bahkan dunia, mungkin.

Saya sekarang sudah tidak menari. Tetapi kalau saya melihat beberapa foto menari saya dulu, tariantradisional itu benar-benar sesuatu banget.

1386235099528348509




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline