Problem Based Learning : Pembelajaran Inovatif yang Melatih Kemampuan Pemecahan Masalah pada Siswa.
Penulis: Romy Lestari, Mahasiswa Pascasarjana Unindra PGRI Jakarta 2024
Sebagai guru matematika di sekolah menengah pertama, dari tahun ke tahun saya selalu menemukan siswa yang kurang atau bahkan tidak menyukai pelajaran matematika. Sebenarnya saya menilai itu adalah hal yang wajar, maksudnya wajar jika ada siswa yang lebih cenderung menyukai pelajaran tertentu, atau bahkan lebih menyukai kegiatan non akademik seperti olahraga, seni, dan sebagainya.
Namun, di setiap kegiatan pembelajaran saya sering menyelipkan sedikit nasihat tentang pentingnya kita belajar matematika. Bagaimanapun juga, suka atau tidak suka, mereka akan menemukan pelajaran matematika dari sejak sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, bahkan hingga di perguruan tinggipun mereka akan menggunakan matematika minimal untuk mengerjakan analisis data di tugas akhir. Karakter matematika yang bersifat hierarkis mengharuskan siswa mempelajari konsep level sebelumnya untuk dapat mempelajari level di atasnya.
Selain itu, untuk meningkatkan motivasi belajar siswa saya sering menjelaskan sedikit mengenai fungsi pembelajaran matematika, yaitu melatih pola pikir dan logika, serta sebagai alat untuk memecahkan masalah, baik masalah di pelajaran lain, maupun masalah dalam kehidupan sehari-hari yang kadang tidak kita sadari ternyata menggunakan konsep matematika dalam penyelesaiannya.
Panjang lebar saya jelaskan di depan kelas siswa saya yang masih sekolah menengah pertama itu, meskipun kadang saya tidak yakin apakah mereka memahaminya atau tidak. Tetapi minimal sebagai guru matematika, saya mencoba memberikan pemahaman bahwa belajar matematika itu bukan hanya sekedar berhitung saja, tetapi belajar memecahkan masalah.
Kurangnya kemampuan pemecahan masalah pada sebagian besar siswa ini tidak hanya terjadi di sekolah tempat saya mengajar, namun di hampir seluruh wilayah Indonesia. Hal ini terlihat dari hasil tes PISA selama beberapa tahun terakhir. Programme for International Student Assessment (PISA) adalah suatu kegiatan asesmen untuk siswa berusia 15 tahun yang diselenggarakan oleh Organisasi OECD setiap tiga tahun sekali untuk mengukur kemampuan literasi membaca, literasi matematika dan literasi sains.
Tes ini menyelidiki seberapa baik kemampuan siswa dalam pemecahan masalah, berpikir kritis dan berkomunikasi secara efektif. Mengacu pada data dari website OECD tentang PISA 2022 database, hasil tes PISA siswa Indonesia menunjukkan bahwa kemampuan literasi membaca, literasi matematika dan literasi sains masih sangat rendah. Kemampuan ketiga aspek tersebut berada di level 1 dan 2 dari level tertinggi yaitu 6.
Data tersebut menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa Indonesia masih belum berkembang dengan baik sehingga perlu dilakukan analisis yang mendalam mengenai hal-hal apa saja yang mempengaruhi hasil tes PISA siswa Indonesia yang begitu rendah dibandingkan dengan negara lain di dunia. Kemudian, pemerintah dan seluruh stakeholder wajib melakukan suatu strategi yang inovatif untuk dapat memperbaiki kondisi ini.
Sebagai guru matematika, saya merasa terpanggil untuk menjadi bagian dari usaha perbaikan. Menyadari bahwa melakukan kegiatan pembelajaran matematika di kelas seyogyanya tidak berhenti pada transfer pengetahuan berupa hafalan rumus-rumus dan menggunakannya saja, namun bagaimana menjadikan pembelajaran itu lebih bermakna, meningkatkan partisipasi aktif siswa dan mengembangkan kemampuan critical thinking dan problem solving. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh (Suendarti,2021) bahwa tujuan pembelajaran matematika yang bersifat material adalah menekankan kepada kemampuan memecahkan masalah dan menerapkan matematika.
Untuk mencapai tujuan tersebut, salah satu yang bisa dilakukan oleh guru matematika adalah melaksanakan pembelajaran berbasis masalah atau biasa disebut problem based learning (PBL). Menurut Anita Budi Siswanti dalam bukunya yang berjudul "Problem Based Learning" menyebutkan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu metode pembelajaran inovatif yang lebih memfokuskan pada kemampuan penyelesaian masalah. Sudarman (2007) menyatakan bahwa landasan problem based learning adalah proses kolaboratif. Oleh karena itu, pada praktik pembelajaran ini biasanya siswa akan dibentuk saling berkelompok untuk menyesaikan suatu permasalahan kontekstual yang terkait konsep materi yang sedang dipelajari.