Ilustrasi Kebebasan Berpendapat/Piaxabay.com
Melihat timeline pemberitaan baik online maupun offline, sejauh ini, terus terang membuat saya bosan. Tema beritanya tidak jauh dari diskursus mengenai penundaan Pemilu 2024 dan opsi perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi menjadi 3 periode.
Saking gaduhnya, serombongan mahasiswa yang mengatas namakan diri mereka Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) mengadakan unjuk rasa terkait tema tersebut, tentu saja disertai dengan ragam tema yang lain, kalo gag rame kan gag asyik,hehehe.
Saya bosan, bukan karena saya mencoba tidak perduli akan isu faktual bangsa ini. Saya bosan, karena kita terus menerus dipaksa untuk melihat bahwa persoalan tersebut adalah sama pentingnya dengan kebutuhan kita untuk buang air besar setiap pagi.
Dipaksa, untuk terus menyimak dan mendengarkan beragam perdebatan, retorika, analisa, hipotesis, aksioma dan beragam istilah kelas dewa yang berseliweran di mata dan telinga, sampai membuat kita lupa kalo kita mengisap rokok dengan terbalik, Cuk.
Saya pribadi, jika ditanya, dan semoga tidak ada yang bertanya, tentu saja tidak setuju jika Pemilu 2024 ditunda, apalagi jika UUD 45 diamandemen, terkait masa jabatan Presiden. Apalagi, alasan penundaan Pemilu 2024 sebagaimana diwartakan adalah untuk menjaga kestabilan ekonomi yang sedang tumbuh pasca pandemi, hash ra mashook blas.
Yang diperkirakan stabil kan ekonomi Republik Indonesia, lha emang ekonomi dunia gag berpengaruh opo? Pemilu 2024 ditunda, demi kestabilan ekonomi, sementara Rusia dan Anerika sedang membuka pintu gerbang Perang Dunia Ke-3, dan harga rokok terus naik, lha piye tho, Jeng?
Apalagi soal perpanjangan masa jabatan Presiden, menurut saya sih jelas sangat tidak asyik betul untuk didiskusikan. Apabagi sampai berhari-hari, berbulan-bulan, di semua saluran media, sampai-sampai iklan di media pun terus bermunculan selama 3 putaran, saking terbiusnya. Lha, konstitusi sudah bilang hanya maksimal dua kali masa jabatan kok, lha trus apa yang mau dibahas?
Lho, kan konstitusi kan bisa diamandemen, bahkan sudah empat kali dilakukan, apa salahnya dilakukan lagi untuk yang ke lima? Ya, silahkan saja sih Bapak dan Ibu Anggota Majelis dan Dewan yang terhormat, itu kan memang hak anda semua, tapi mbok ya, kalo memang pembenarannya seperti itu, ya sebaiknya yang diamandemen tidak hanya UUD 45, tapi juga isi otak kita semua, se-Indonesia Raya...hehehe
Saya menolak perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi, bukan karena dislike. Saya adalah pendukung beliau dalam dua periode Piplres kemaren. Namun, jujur saja, kebesaran hati seorang pemimpin Nusantara, yang telah mengomandoi Indonesia Raya selama +/- 10 tahun, legowo untuk memberikan kesempatan kepada tokoh berikutnya naik panggung jelas adalah bukti rasa ksatria itu sendiri.