Lihat ke Halaman Asli

Capres Indonesia 2014 Dan Perang Narasi Fotografi

Diperbarui: 23 Juni 2015   21:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kompetisi Liga Eropa selalu menyajikan ketegangan, cacian, sindiran, drama, sampai umpatan. Namun bendera Fair Play selalu berkibar sebelum pertandingan dimulai. Liga Inggris hampir lebih dari delapan pekan,dua bulan menguasai kelasemen Liga Inggris, namun di akhir laga penentuan di ambil alih oleh Man.City sebagai juara.

Hal ini berbeda dengan Bayern Munchen di Liga Jerman, dengan permainan bola yang konsisten team selalu berada di track atas bahkan dari tiga pekan Liga ini dimuali sampai akhir selalu di peringkat pertama sampai kemudian menjadi juara Liga Jerman 2013-2014.

Dalam pilrpres 2014 di Indonesia bisa dikatakan sebuah kompetisi untuk menjadi yang pertama, dari awal gong pemilu 2014 di mulai, Jokowi salah satu capres selalu unggul di semua survei dari calon lainnya. Sebelum pemilu sangat banyak sekali capres 2014 yang muncul ke permukaan, namun sebelum berakhir mereka semua tumbang meninggalkan dua kandidat terkuat dalam kejar posisi pertama(baca, Capres 2014). Yaitu Prabowo Subianto dan Jokowi.

Pesan politik tampaknya tidak cukup bila hanya memaklumatkan lewat pidato, menggemborkan sebagai slogan, atau pun menerakan pada pamflet. Busana juga bisa menjadi peranti penting bagi politikus untuk mengomunikasikan pesan politik, sekaligus membangun citra diri Ada partai yang naik peringkat, meraup suara secara signifikan, ada pula yang perolehannya merosot, dan sebagainya. Publik melihat pada masa kampanye pileg, para capres terjun ke lapangan untuk menyambangi massa. Tapi busana atau kostum sebagian dari mereka acap menjadi sorotan publik.

Narasi Semiotika Fotografi

Roland Barthes (1915-1980) berpandangan bahwa model pakaian seseorang disesuaikan dengan fungsinya sebagai tanda. Tanda itu akan membedakan jenis pakaian antara baju dinas/kantor dan kostum olahraga, pakaian kasual, seragam upacara, atau baju untuk musim tertentu. Lebih jauh, pakaian menjadi simbol dari status sosial, identitas kultural, bahkan ideologi dan politik. (Roland Barthes.Page: 57)

Tatkala berkampanye di Stadion Gelora Bung Karno, kostum Prabowo Subianto misalnya, membuahkan perbincangan, menuai tanggapan hingga kritik. Capres Partai Gerindra itu mengenakan safari warna putih bersaku empat, pantalon warna krem, dan bersepatu bot tinggi warna cokelat tua. Melengkapi kostum tersebut, sebilah keris terselip di pinggang Prabowo yang saat itu menunggang kuda. bahkan menggunakan mic khusus yang membuat dia seperti pria dikirim oleh mesin waktu langsung dari dari era Kemerdekaan Indonesia

Tidak kalah bagi mantan Wali Kota Solo sekarang menjadi Gubernur Jakarta, kemudian menampilkan, baju putih panjang, baju kotak-kotak, naik speda,becak, wajah ndeso, Jokowi seperti anti tesa dari Prabowo. Disini sebetulnya bukan fenomena kultural, melainkan mereka berdua mencoba untuk mengonstruksi citra(modal). Ronald Barthes , iklan merupakan usaha penciptaan mitologi baru. Hal ini kemudian masyarakat dituntut paham, fotografi yang tampaknya “Gagah, Ndeso”. Sebetulnya mereka ngibul. Kenapa demikian? Mereka sedang membuat narasi besar melalui panggung media, kemudian mereproduksi  mitos, dengan foto, pakaian tergambar ideologi dari masing-masing capres yang kemudian menjadikan sirkuit tafsir publik tentunya.

Informasional Politik

Apa itu pastcolonial?bisa dikatakan sebuah gerakan pastcolonialisme tak punya tujuan atau sasaran dengan target tertentu selain membongkar wacana dan kebudayaan kolonial yang tentunya menindas. Namun jika kemudian kita menggolongkan poscolonial sebagai postmo, tak sepenuhnya sadar benar walaupun ada juga kebenarannya. Postcolonial memang mencoba membongkar dan menentang “narasi besar”.

Edward Said terpengaruh oleh Foucault , Homibhaba mendapat pengarh dari Althusser dan Jaquess Lacan ,dan Gayatri Spivak mengacu pada Derrida. Namun demikian poscolonial berbeda dengan poststrukturalisme.

Castells menganalisis perkembangan komunikasi dan media menunjukkan globalisasi di ranah sosial, menurutnya inti dari semua narasi besar adalah ekonomi. Castells sendiri menulis dalam bukunya The Information Age: Economy Society and Culture, Pertama, melakukan observasi tanpa mereduksi teorisasi menjadi komentar. Kedua, mengkulturkan ekonomi.(Manuel Casstels 2001, The Power of Identity, Oxford.chater 3.)

Politik Indonesia sepeninggal kolonial memang sangat carut marut, semua politikus mencoba mengambil perannya sendiri dari mulai politik penculikkan, pembunuhan, penghilangan serta penangkapan atas dalih korupsi, politik demikian politik skandal.

Tahun 2014 di Indonesia menjelang pilpres adalah masyarakat jaringan, politik yang ditandai oleh informasional. Dalam sisitem politik baru tersebut, media(elektronik) menjadi sebuah ruang politik yang utama. Bukan dalam arti mendominasi politik, namun logika dan organisasi media elektronik menjadi sebuah bingkai(frame) struktur politik. Politik masuk dalam sebuah bingkai  media ini berdampak pada sebuah modifikasi hubungan antara person(capress 2014) dengan masyarakat. Sistem politik sekarang masih didasarkan pada bentuuk dan strategi politik zaman industri kuno.

Kemudian apa yang dimaksud oleh Castells mengatakan media menjadi ruang politik? Castells dalam bukunya “the framing of politics by their capture in the space of the media” (Casstles page. 312) ia mengatakan bahwa media menjadi sebuah penghubung antara actor(subjek) dengan objek dalam sebuah tindakan(act) politik mereka.

Dalam hal ini Jokowi selalu berjalan dengan cara merakyat, menggunakan poilitik santun, wajah Ndeso, baju putih-putih kotak, kurus, kulit hitam, disini kemudian media masuk untuk membingkai sebuah tindakan jokowi sebagai subject sangat cair dengan masyarakat. Hal ini kemudian menimbulkan sebuah tafsir di masyarakat bahwa Prabowo Subianto selalu menaiki kuda, menggunakan baju safari berkantong empat, peci hitam di kepalanya, suara menggelegar, di anggap oleh objek(masyarakat) sebagai sebuah arogansi.

Di lain pihak mungkin perjalanan Jokowi merupakan sebuah bentuk citra(modal) untuk merebut hati objek vote , dengan tindakan seperti itu Jokowi mempengaruhi masyarakat(objek) yang kemudian di instrumentkan menggunakan “media”. Media kemudian membingkai dengan cara jejak pendapat, survei, diskusi group(focus group) dan analisis citra (image analysisi) media electronic. Media audiovisual merupakan pilihan efektif untuk memasok opini masyarakat(objek) yang formatnya diatas.

Siapakah media? Media-media umumnya (main-stream media ) kelompok-kelompok bisnis yang makin terkonsentrasi dan terhubung secara global, dengan nama mangsa pasar yang spesifik dan tersegmentasi, kemudian dalam hal ukuran kesuksesan sebuah media adalah peringkat pemirsa (penonton) disinilah letak patokan para pengiklan.

Dalam media Indonesia bulan April-Juli 2014 akan menjadi sebuah pertarungan pembentukan “narasi besar” tentang calonnya masing-masing yang telah didukung oleh Ceo-Korporation, sekitar bulan Februari dalam sebuah statiun swasta ada seorang capres serta cawapres 2014 yang menjadi kondektur bus, tukang es keliling, tukang becak. Namun  sekarang bulan Mei –Juli 2014 jangan berharap pemeran tersebut terlihat di media.

Seorang politikus begitu tertangkap dalam media(captured), aktor aktornya menata sebuah tindakan politik mereka di sebuah arena, menjadikan media sebuah kancah “peperangan” antara kekuatan politik dan personalitas pelakunya. Walaupun demikian, media sebagai ruang politik tidak berarti mendikte masyarakat dalam pilihan politik maupun selera keinginannya.

Jokowi ataupun Prabowo sudah mempunyai Ceo-Corporation dari begawan bisnisnya, sebut saja misalnya di kubu Jokowi, ada Surya Paloh dengan sayap Media Indonesia, Metro-Tv. Serta Dahlan Iskan dengan Jawa Pos Groupnya, serta Tempo. Namun demikian tidak kalah dengan Prabowo, dengan Abu Rizal Bakri mengerahkan pasukannya dengan darat, laut, udara dibawah Viva News corporation, Berita Inilah .com. terakhir sang begawan dari MNC Group menjadi kekuatan sekutu untuk membantu peperangan. Castells mendeskripsikan sebuah politik di Amerika disebutnya politik panggung dan pemasaran politik(show politics and political marketing) . dengan tiga proses saling berhubungan, menurunnya popularitas partai politik, munculnya sistem media yang kompleks dan political marketing(castells, page.315)

Dewasa ini nampaknya digunakan di pilpres 2014 di Indonesia, politik informasional menjadi “politik skandal”, dimana korupsi dan moralitas personal calon pemimpin atau pendukung dari masing-masing capres 2014 dipolitisasi mendominasi halaman depan(cover) atau headline news di surat kabar maupun tv. Selain media membuat sebuah logika , politik skandal juga mengakibatkan melemahnya sistem politik karena faktor : kompetisi, mengaburnya posisi politik, personalisasi politik, meningkatnya saling ejek, fitnah, sara. Dalam hal ini nampaknya politik skandal menjadi senjata utama mematikan untuk capres 2014.

Semua pendukung capres 2014 di Indonesia menggunakan politik informasional, dengan argumennya, dengan media, technologi, finansial dan politis. Media disini tidak lagi menjadi sebuah pilar demokratis, namun media menjadi (fourth power) kekuatan keempat dalam hal jajak pendapat, iklan,pemasaran, analisis, hubungan masyarakat , pembuatan citra (image making).

Harapan Cerdas

Ruang media di Indonesia pada saat Capres 2014, bukan hanya media audio visual, namun juga didalamnya termasuk surat kabar, internet, multimedia menangkap(captured) politik sebagai ruang publik baru. Akibatnya logika media menjadi sebuah logika dominan(logica universall, mengambil istilah Kantian) dalam sistem politik dengan bersamaan kehilangan populartas dan kredibilitasnya di mata rakyat.

Masyarakat Indonesia dewasa ini kemudian terdapat manusia-manusia dalam penyesuaian diri dengan masyarakat jaringan yang telah memaksakannya untuk ketertarikan pada salah satu tokoh politikus yang ada di media. Seharusnya dalam hal capres 204 ini tercipta , pertama, menciptakan kembali politik lokal, kedua, komunikasi elektronik serta kontrol dari pemerintahan yang berkuas, ketiga , penguatan akar rumput(grasroots) sebagai penyeimbang dari serangan udara, laut, darat.keempat , tetapkan pilihanmu tanpa mengaruhi , memojokkan lawan pilihanmu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline