Konstelasi kongres ke IV PAN ini menjadi sangat menarik, karena perbedaan pandangan yang sangat tajam antara kedua tokoh utama partai yaitu Amien Rais dan Hatta Rajasa. Keinginan arus utama kader PAN di daerah yang ingin kembali mengusung Hatta menjadi ketua umum PAN periode 2015-2020 ditentang Amien Rais yang ingin agar Zulkifli Hasan yang notabene adalah besannya sendiri yang menjadi ketum. Sampai sampai Amin Rais rela turun kelas hanya untuk menjadi ketua tim sukses Zulhas
Ketika ngomong soal kepiawaian memimpin partai maka bisa dilihat dari rekam jejak sejarah selama Hatta memimpin dan ikut andil besar dalam memimpin partai. Antara lain dapat dilihat, ketika Hatta menjadi sekjend tahun 2000 maka perolehan kursi PAN langsung melejit dari sebelumnya 35 kursi menjadi 53 kursi tahun 2004. Bandingkan saat Zulhas menjabat sekjend tahun 2005 maka perolehan kursi PAN turun menjadi 46 kursi pada 2009.
Saat HR kembali menjadi ketum tahun 2010 maka perolehan kursi kembali naik menjadi 49 kursi dan yang paling fenomenal adalah pada tahun 2014 ini suara PAN naik signifikan sebesar 53% dari sebelumnya 6,22 juta tahun 2009 menjadi 9,845 tahun 2014 terbesar dalam sejarah perolehan suara PAN sejak berdirinya.
Untuk perolehan kursi DPRD tingkat Idan II, naik dari 1200 kursi pada 2009 menjadi 1600 kursi pada 2014. Berikut perbandingan perolehan suara PAN sejak mengikuti pemilu. Tahun 1999 perolehan suara 7.528.956, tahun 2004 sebesar 7.303.324 suara, tahun 2009 sebesar 6.254.580 dan terakhir 2014 sebesar 9.481.621 suara
Dan pada pilpres 2014, PAN sebagai peringkat ke 5 dalam perolehan kursi tingkat nasional mampu mengusung calon wakil presiden, dimana saat itu golkar yang pemenang ke 2 pemilu dan demokrat peringkat ke 4 bahkan kesulitan mengusung kader terbaiknya. Ini menunjukan figur HR yang bisa diterima diberbagai kalangan terbukti perolehan suara sebesar 67 juta pada saat pilpres hanya selisih tipis dengan Jokowi JK. Ini dapat dibaca juga bahwa figur HR tidak memiliki resistensi dengan siapapun baik dalam maupun luar negeri, agak berbeda dengan figur Amien Rais yang kurang di sukai kalangan militer dan pengusaha
Dengan rekam jejak dan prestasi seperti ini maka tidak salah kemudian HR diusung kembali menjadi ketum periode kedua. Tidak ada yang salah dan sudah menjadi keharusan bagi setiap kader yang berprestasi cemerlang dan memiliki loyalitas dan figur yang bersih dan sederhana maka wajar jika diberi kesempatan kedua.
Bila dilihat dari contoh di UUD 1945 hasil amandemen yang dikomandoi Amien Rais sendiri maka kepemimpinan tingkat nasional juga bisa menjabat 2 periode. Mengapa tidak partai sebagai salah satu pilar demokrasi yang merupakan sumber rekrutmen kepemimpinan nasional juga melakukan tradisi yang sangat baik ini.
Ambilah contoh dari internal PAN sendiri, ketua DPW PAN Sulawesi Tenggara Nur Alam. Dalam periode kedua kepemimpinannya mampu menempatkan 8 bupati/wali kota kader PAN dari 11 kab/kota di Sultra. Terakhir 2014 membawa PAN menjadi partai pemenang pemilu di Sultra mengalahkan partai tradisional yang telah 50 tahun sejak zaman orba sampai zaman reformasi selalu menjadi pemenang pemilu.
Dari external juga dapat dilihat kepemimpinan periode kedua Prof Suhardi ketum gerindra mampu membawa gerindra dari sebelumnya memiliki 26 kursi pada 2009 menjadi 73 kursi di 20014.
Maka dalil bahwa kepemimpinan periode kedua HR akan membawa hasil yang signifikan menjadi dalil sahih. Karena pada periode kedua inilah ketum akan memiliki pengalaman empris untuk melakukan evaluasi total dari kekurangan kekurangan sebelumnya. Sehingga kemudian dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa dalil regenerasi yang di fatwakan Amien Rais menjadi lemah sanad nya alis da’if bila meminjam bahasa para tafsir hadist. ***
Terimaksih ..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H